Makam NABI MUSA a.s.
Yakub
atau Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan anaknya,
Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di mana ia dilahirkan
di Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk hidup di Mesir di sisi
Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak, kelayakan tanahnya, dan
keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka untuk tinggal
di dalamnya. Anak-anak Israil tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka
menikah sehingga jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun
dan kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah Islam saat beliau
memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam dan setiap nabi yang
diutus oleh Allah s.w.t pasti memperjuangkan agama Islam sejak Nabi Adam as
sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian Islam di sini ialah, mengesakan Allah
s.w.t dan hanya semata-mata menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan
berdoa kepada- Nya. Islam juga bererti menyerahkan niat dan amal hanya
semata-mata kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita
maksud dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang
terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan dari
sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan tidak
berbeza dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika
Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di Mesir
berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru manusia untuk
memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara ketika beliau mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah
Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)
Dan
beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan
ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem multi tuhan
untuk kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahawa hal ini terwujud dengan adanya
campur tangan kelompok-kelompok elit yang berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini
- ketika di bawah agama tauhid - mereka tidak mendapatkan suatu
perlakukan istimewa atau dibezakan dengan masyarakat umum, sehingga kerananya mereka
mempunyai kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan.
Kemudian masyarakat mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir
dipimpin keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahawa mereka adalah
tuhan atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Makam NABI MUSA as
Pada
dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab. Mereka disibukkan
dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki kecenderungan keagamaan yang
kuat. Dan barangkali kelompok- kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahawa
Fir'aun bukan tuhan namun kerana mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun
dan Fir'aun tidak ingin dari kaumnya kecuali agar mereka mentaatinya sehingga
mereka pun terpaksa menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan
berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa difahami adalah, bahawa Fir'aun
menguasai semua macam tuhan dan ia mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas
namanya. Yang demikian ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem
multi tuhan di Mesir - meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu
Fir'aun - kelompok elit yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun
dan melaksanakan perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan
semena-menanya. Kita akan mengetahui dan kita akan membuka lembaran-lembaran
Nabi Musa as bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Majoriti masyarakat
saat itu mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan diperlakukan secara lalim.
Mereka harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh
algojo-algojo Fir'aun dan para tenteranya.
Allah
s.w.t menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam firman-Nya:
"Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru
memanggil kaumnya (seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'"
(QS. an-Nazi'at: 23-24)
Manusia
saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir. Mereka
mentaati - barangkali itu kerana terpaksa - perkataan Fir'aun. Mesir kembali
menggunakan sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh tauhid yang
disuarakan oleh Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak
Israil mereka telah menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir.
Sedikit sekali dari keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid
secara tersembunyi.
Datanglah
suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin menyebar.
Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan mereka memenuhi pasar-pasar
Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir diperintah oleh seorang raja yang
bengis di mana orang-orang Mesir menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani
Israil semakin banyak dan semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi
penting. Raja mendengar pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di
mana dalam berita itu dikatakan bahawa salah seorang anak Bani Israil akan
menjatuhkan Fir'aun Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita itu berasal
dari suatu mimpi dari mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi hati
kelompok minoriti yang tertindas, dan mungkin itu merupakan berita gembira yang
tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita ini telah sampai di
telinga Fir'aun.
Kemudian
Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai seorang pun dari
Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah ini adalah, hendaklah
setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh. Aturan ini mulai
diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada Fir'aun: Orang-orang tua
dari Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal mereka, sedangkan anak-anak
kecilnya disembelih maka ini akan berakhir pada hancurnya dan binasanya Bani
Israil namun Fir'aun akan kehilangan kekayaan dan aset manusia yang dapat
bekerja untuknya atau menjadi budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi
dimilikinya. Maka yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai
berikut: Anak laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka
dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan fikiran ini kerana
itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu
Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak dibunuh maka ia
melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang tahun yang ditetapkan di
dalamnya bahawa anak-anak kecil harus dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat
melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan
bahawa jangan-jangan anaknya akan dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara
sembunyi- sembunyi. Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di mana
Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dam
Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khuatir terhadapnya
maka jatuh kalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu khuatir dan
janganlah (pula) bersedih hati, kerana sesungguhnya Kami akan mengembalikannya
kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.'" (QS.
al-Qashash: 7)
Mendengar
wahyu Allah s.w.t itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih sayang dan suci
ini, ibu Musa langsung mentaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat peti kecil
bagi Musa. Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi
ke tepi sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati sang ibu adalah hati yang
paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan saat ia melemparkan
anaknya di sungai Nil, tetapi ia menyedari bahawa Allah s.w.t lebih Pengasih
terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t lebih mencintainya
dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t adalah Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum
lama peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta mengeluarkan perintah
kepada arus sungai agar menjadi tenang dan bersikap lembut terhadap bayi yang
dibawanya yang pada suatu hari akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah s.w.t
memerintahkan kepada api agar menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi
Ibrahim, begitu juga Allah s.w.t memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa
Musa dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana
Fir'aun. Air sungai nil membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana
ombak menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi
pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti: Jangan
engkau banyak bergerak kerana Musa sedang tidur. Rumput itu pun mentaati
perintah angin dan Musa tetap tidur.
Pada
hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Isteri Fir'aun keluar
berjalan-jalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak mengetahui apa
gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan menempuh jarak yang lebih jauh
dari yang biasa di tempuhnya.
Isteri
Fir'aun berbeza sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir sementara
isterinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang yang keras kepala
sementara isterinya adalah seorang yang penyayang. Fir'aun adalah seorang
penjahat sementara isterinya adalah seorang yang lembut dan penuh cinta. Di
samping itu, isterinya merasakan kesedihan yang dalam kerana ia belum mampu
melahirkan anak. Ia merindukan untuk mendapatkan anak. Isteri Fir'aun berhenti
di sisi kebun kemudian bau harum yang datang dari pohon itu menyebarkan
perasaan sedih akan rasa kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang
membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari sungai.
Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka membawa peti itu
seperti semula ke isteri Fir'aun. Ia memerintahkan untuk membukanya lalu mereka
pun membukanya. Betapa terkejutnya isteri Fir'aun ketika melihat Musa di
dalamnya. Maka ia pun merasakan bahawa ia mencintainya seperti anaknya sendiri.
Allah s.w.t menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air matanya
berlinang.
Makam NABI
HARUN a.s.
Kemudian
ia membawa peti mati itu. Isteri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil
menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa tampak lapar ia membutuhkan
air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun duduk di atas meja makan. Ia menantikan
isterinya namun yang ditunggu belum hadir. Fir'aun mulai marah dan mencarinya.
Tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan isterinya dengan membawa Musa. Isteri
Fir'aun tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air matanya
berlinangan. Fir'aun bertanya, "dari mana datangnya anak kecil ini?"
Kemudian mereka menceritakan kepadanya bahawa mereka menemukannya di sebuah
peti di tepi sungai. Fir'aun berkata: "Ini adalah salah satu anak Bani
Israil. Sesuai dengan peraturan, anak-anak yang lahir tahun ini harus
dibunuh." Mendengar keputusan Fir'aun itu, isteri Fir'aun berteriak dan ia
mendekap Musa lebih keras:
"Dan berkatalah isteri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati
bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat
kepada kita atau kita ambil ia jadi anak.'" (QS. al- Qashash: 9)
Fir'aun
tampak kehairanan sekali melihat aksi isterinya yang mendekap anak kecil yang
mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang kerana isterinya
menangis dengan gembira di mana Fir'aun tidak pernah mendapati isterinya
menangis kerana gembira seperti ini. Fir'aun mulai mengetahui bahawa isterinya
menyayangi anak ini seperti anaknya sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya:
Barangkali ia ingat bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan menginginkan anak
ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh isterinya. Fir'aun
memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.
Ketika
mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa pada wajah
isterinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini. Fir'aun
telah menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya, juga perhiasan dan budak
tetapi ia belum pernah tersenyum meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahawa
isterinya tidak mengerti erti sebuah senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat
sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai
menangis kerana lapar. Isteri Fir'aun mengetahui bahawa Musa sedang lapar. Ia
berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun
berkata: "Datangkanlah kepadanya para wanita yang menyusui." Kemudian
didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui dari istana. Wanita itu
mencuba untuk menyusui Musa tetapi apa yang terjadi? Musa menolaknya. Lalu
didatangkan wanita yang kedua sampai ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa
tetap menangis dan tidak ingin menyusu kepada seorang pun di antara mereka.
Melihat kenyataan itu, isteri Fir'aun menangis kerana tidak tahan melihat
penderitaan anak kecil itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan
hanya isteri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu Musa
adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia melemparkan Musa
ke sungai Nil, ia merasa bahawa ia sedang melemparkan buah hatinya di sungai.
Lalu peti yang dilemparkan itu hilang dibawa oleh air sungai dan beritanya pun
tersembunyi. Dan ketika datang waktu pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang
selalu menghantuinya. Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk mendapatkan
berita tentang anaknya kalau bukan kerana Allah s.w.t menarah kedamaian dalam
hatinya sehingga ia menyerahkan urusan anaknya kepada Allah s.w.t. Alhasil, ia
berkata kepada saudara perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana
Fir'aun dan berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah
engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian saudara
perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia mendengarkan kisah tentang
Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari kejauhan dan mendengarkan suara
tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan kebingungan di mana mereka tidak
mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia mendengar bahawa Musa menolak setiap
wanita yang mencuba menyusuinya.
Saudara
perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah kalian mahu
aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya." Isteri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat
membawa kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya nescaya
kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan akan
kami penuhi." Lalu saudara perempuan Musa itu kembali dan menghadirkan
ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu,
Isteri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia sehingga masa
penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan
memberimu suatu balasan yang besar atas penyusuan dan pendidikan yang engkau
berikan."
Demikianlah
Allah s.w.t mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa gembira dan hatinya
menjadi tenang dan tidak bersedih serta agar ia mengetahui bahawa janji Allah
s.w.t benar dan bahawa perintah- Nya dan ketentuan-Nya pasti terlaksana
meskipun banyak rintangan dan tantangan. Allah s.w.t berfirman:
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia
menyatakan rahsia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya
ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah ibu
Musa kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka kelihatanlah
olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya, dam Kami cegah Musa
dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mahu menyusui(nya) sebelum itu;
maka berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlu bait yang
akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami
kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan
supaya ia mengetahui bahawa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu
Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun. Saat itu
Musa disenangi dan disukai semua orang. Allah s.w.t berfirman:
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari- Ku;
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada
seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa dididik di
istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah s.w.t. Pendidikan Musa
dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat ahli pendidikan dan para
pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang besar di dunia dan Fir'aun
sebagai raja yang paling kuat. kerana itu, secara sederhana Fir'aun mampu
mengumpulkan para pakar pendidikan dan para cendekiawan. Demikianlah hikmah
Allah s.w.t berkehendak agar Musa terdidik di bawah pendidikan yang besar dan
ditangani pakar-pakar pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di
rumah musuhnya yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai
bentuk pelaksanaan dari perintah Allah s.w.t.
Musa
tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan, ilmu
kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh kerana itu, Musa
tidak mendengar omongan kosong yang dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan
Fir'aun. Jarang sekali ia mendengar bahawa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun
menepis pernyataan dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu
rumah. Beliau mengetahui lebih daripada orang lain bahawa Fir'aun hanya sekadar
manusia biasa tetapi ia orang yang lalim. Musa mengetahui bahawa ia bukanlah
anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil. Beliau
menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas
Bani Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
Ketika
para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan- jalan di
sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut Fir'aun yang
sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil. Lalu seseorang yang lemah
dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa pun turut campur dalam
urusan itu. Musa mendorong dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat aniaya
itu. Ternyata Musa membunuhnya. Saat itu Musa memang terkenal sebagai orang
yang kuat sampai pada batas di mana dengan sekali pukul saja untuk melerai
musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk membunuh orang
laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu tersungkur dan kemudian
mati. Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya ia
adalah musuh yang menyesatkan dan nyata. Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya
dan berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka
ampunilah aku." Allah s.w.t pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Allah s.w.t berfirman:
"Dan setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami
berikan kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis)
ketika penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang
laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan
seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya
meminta pertolongan darinya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu
Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan
setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata
(permusuhannya). Musa berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya
diriku sendiri kerana itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya,
sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata: 'Ya
Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada
akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS. al-Qashash:
14-17)
Kemudian
Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa terancam. Dalam ayat
itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan ketakutan di mana ia
mengkhuatirkan kejahatan akan datang padanya pada setiap langkahnya, dan ia
begitu sensitif melihat gerak-geri di sekitarnya. Nabi Musa saat itu
menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin
mempertahankan dirinya saat menolong seseorang dari Bani Israil. Ketika itu
Nabi Musa mendorong dengan tangannya dan bertujuan memisahkan orang Mesir dari
orang Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam
undang-undang positif dinyatakan bahawa pembunuhan semacam ini dianggap sebagai
pembunuhan kerana keteledoran atau kerana kesalahan bukan kerana faktor
kesengajaan sehingga kerananya yang bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu
hukuman yang berat. Biasanya orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan
mendapatkan keputusan yang meringankannya kerana ia membunuh tanpa kesengajaan.
Tentu kejadian semacam ini tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan
sengaja kerana yang bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa
tidak memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata
lain, Nabi Musa hanya sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan
mengetahui bahawa Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim. Kedua-duanya
dari kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin kesabaran dan
kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan dan keperkasaan.
Musa
menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di kemudian
hari bahawa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang- orang yang berbuat
jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam pertengkaran dan permusuhan antara
sesama penjahat. Di tengah-tengah perjalanannya, Musa dikejutkan ketika melihat
orang yang ditolongnya kelmarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta
tolong padanya. Lagi- lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran
dengan seorang Mesir. Musa mengetahui bahawa orang Israil ini berbuat aniaya.
Musa mengetahui bahawa ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, Musa
berteriak di depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh
ternyata engkau adalah orang yang jahat."
Musa
mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai pertengkaran itu.
Orang Israil itu mengira bahawa Musa akan mencelakakannya maka ia diliputi rasa
takut. Sambil meminta kasih sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa
apakah engkau akan membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kelmarin.
Apakah engkau ingin menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak ingin
menjadi orang yang memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang Israil yang
mengatakan demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa
yang dilakukannya kelmarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta
berjanji untuk tidak menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa
kemudian kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang
Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahawa Musa adalah
pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan kelmarin. Petugas keamanan
Mesir tidak berhasil menyingkap kasus pembunuhan itu. Akhirnya, rahsia Musa
tersingkap lalu seorang lelaki Mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia
membisikkan kepada Musa bahawa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Ia
menasihati Musa agar meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah
s.w.t berfirman:
"kerana itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu
dengan khuatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta
pertolongan kelmarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata
kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar- benar orang yang sesat yang nyata
(kesesatannya). Maka tat-kala Musa memegang dengan keras orang yang menjadi
musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu bermaksud untuk
membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah membunuh seorang manusia? Kamu
tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di
negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang
yang mengadakan perdamaian.' Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota
tergesa- gesa seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang berunding
tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat
kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)
Allah
menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa itu.
Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang lelaki Mesir yang tentu memiliki
jabatan penting. Sesuai dengan ayat tersebut, ia mengetahui adanya
persengkongkolan untuk menyingkirkan Musa dari kedudukan yang tinggi.
Seandainya ia orang yang biasa-biasa saja maka orang itu tidak mengenalnya.
Orang itu mengetahui bahawa Musa tidak berhak untuk mendapatkan hukum bunuh
atas dosanya. Musa membunuh kerana faktor kesalahan, bukan kerana faktor
kesengajaan. Kesalahan semacam itu menurut undang-undang Mesir yang dahulu
dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa timbul keinginan untuk membunuh Musa?
Kalau kita memperhatikan nasihat orang Mesir itu terhadap Musa maka kita akan
menemukan jawapannya. Yaitu perkataannya: "Para pembesar merencanakan
persekongkolan untuk menyingkirkanmu."
Al-Mala'
adalah para penguasa atau para pembesar yang bertanggungjawab pada keamanan.
Mereka menyiapkan persekongkolan untuk menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan
oleh Musa - kalau memang dianggap sebagai suatu kesalahan - adalah
kejahatan biasa yang hanya dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang
membuat rencana yang demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melakukan
persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira bahawa kepala keamanan Mesir tidak
menyukai Musa. Ia mengetahui bahawa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia
mengetahui bahawa sampainya peti di istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa
yang dirancang oleh musuh- musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti
kerana keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang itu
menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru menampik
fikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk membunuh Musa,
Fir'aun justru tunduk terhadap Isterinya yang sangat mencintai Musa.
Akhirnya,
kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya mengatakan kepadanya bahawa
Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan jasadnya kelmarin.
Selesailah urusan ini. Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk
membunuh Musa. Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan angin
kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah s.w.t
mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa agar berlari dari
kejaran orang-orang yang lalim.
Allah
s.w.t berfirman:
"Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-
nunggu dengan khuatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari
orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa
meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar dalam
keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa dalam hatinya: "Ya
Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim." Kaum itu memang
benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka ingin menerapkan hukuman bagi
pembunuh dengan sengaja atas Musa, padahal Musa tidak melakukan selain berusaha
memisahkan orang yang berkelahi tetapi dengan tidak sengaja ia membunuhnya.
Musa segera keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan
tidak mengganti pakaiannya, dan beliau tidak membawa makanan untuk perjalanan.
Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang dapat menghantarkannya. Beliau
tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan
khabar dari seorang mukmin yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa
melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun dan ia
menuju ke suatu tempat yang di situ Allah s.w.t membimbingnya. Ini adalah
pertama kalinya beliau keluar dan mengharungi gurun pasir sendirian. Kemudian
sampailah Musa di suatu tempat yang bernama Madyan. Musa istirahat dan
duduk-duduk di dekat sumur yang besar di mana di situ orang-orang mengambil air
untuk memberi minum kepada binatang-binatang tunggangan mereka dan
binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak membawa makanan selain daun-daun
pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang
perjalanan Musa merasakan ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk
menangkapnya. Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon
dan istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya tampak
mulai rosak. Beliau tidak mempunyai wang yang cukup untuk membeli sandal baru,
dan beliau juga tidak mempunyai wang yang cukup untuk membeli makanan dan
minuman.
Nabi
Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang mengambil air untuk
kambing-kambing mereka. Musa ingat bahawa ia sedang lapar dan haus. Ia berkata
dalam dirinya: Aku tidak dapat memenuhi perutku dengan air selama aku tidak
memiliki wang yang cukup untuk membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat
air. Sebelum sampai, ia mendapati dua orang perempuan yang sedang menyendirikan
kambing-kambingnya agar jangan sampai tercampur dengan kambing orang lain.
Melalui ilham, Musa merasa bahawa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan.
Musa lupa terhadap rasa hausnya, lalu beliau menuju ke arah mereka dan
bertanya, apakah ia dapat membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua
berkata: "Kami menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air
untuk binatang gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian
tidak mengambil air sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami
tidak mampu untuk berdesak-desakan dengan kaum lelaki." Nabi Musa
kehairanan kerana mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. Seharusnya
yang mengembala kambing adalah kaum lelaki. Ini adalah tugas yang berat dan
sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian menggembala
kambing?" Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua kami sudah
tua di mana kesehatannya tidak dapat membantunya untuk keluar dari rumah dan
menggembala kambing setiap hari." Musa berkata: "Kalau begitu, aku akan
membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa
berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahawa para penggembala meletakkan
di atas bibir air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan kecuali oleh
sepuluh orang. Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot
Musa tampak menonjol saat memindahkan batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang
kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja puteri itu, dan
kemudian ia mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk di bawah
naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa menempel ke
punggungnya kerana saking laparnya. Musa mengingat Allah s.w.t dan
memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang
Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa
(lagi): 'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia
sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang
sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu,
dua orang wanita yang sedang menambat (ternaknya) Musa berkata: 'Apakah
maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu menjawab: 'Kami tidak dapat
meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan
(ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.'
Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia
kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat
memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS.
al-Qashash: 22-24)
Marilah
kita tinggalkan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah naungan pohon
untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis itu. Kedua gadis
itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya: "Hari ini kalian kembali
lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua berkata: "Sungguh
hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami bertemu dengan seorang lelaki
yang mulia yang mengambilkan air bagi haiwan kami sebelum orang-orang lain
mengambilnya." Si ayah berkata: "Alhamdulillah." Gadis yang
paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku dia datang dari tempat yang
jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun
ia seorang lelaki yang kuat."
Si
ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan katakan,
sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas jasamu mengambilkan
air untukku. Kemudian anak perempuan itu pergi menemui Musa dalam keadaan
hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan
surat dari ayahnya. Musa bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju
ke bawah. Musa tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan
mengharapkan upah dari mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata kerana
Allah s.w.t. Beliau merasakan dalam dirinya bahawa Allah s.w.t-lah yang
mengarahkan beliau untuk membantu mereka.
Gadis
itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh pakaiannya
sehingga Musa menundukkan pandangan matanya kerana merasa malu. Musa berkata
kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan
kepadaku." Mereka pun sampai di kediaman si ayah. Sebahagian ahli tafsir
mengatakan bahawa si ayah ini adalah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang
panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahawa si ayah
adalah putera dari saudara Syu'aib. Ada yang mengatakan bahawa ia adalah anak
dari pamannya, dan ada juga yang mengatakan bahawa ia adalah seorang lelaki
mukmin dari kaumnya. Yang jelas, ia adalah seorang tua yang soleh. Orang tua
itu menghidangkan kepada Nabi Musa makanan siang dan bertanya kepadanya dari
mana ia datang dan kemudian ke mana ia akan pergi.
Musa
mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan khuatir dan
jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang lalim. Negeri ini tidak
tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan sampai di sini. Mendengar ucapan itu,
Musa menjadi tenang dan bangkit untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu
berkata kepada ayahnya dengan berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia
upah." Sesungguhnya engkau akan memberikan upah kepada seorang yang kuat
dan jujur. Si ayah bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia
seorang lelaki yang kuat?" Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat
sendiri ia mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang
lelaki." Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahawa
dia seseorang yang jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk
berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak melihatku
saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang- bincang padanya,
dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik
darinya."
Kemudian
orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku ingin
menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan syarat, hendaklah engkau
bekerja menggembala kambing bersamaku selama delapan tahun. Seandainya engkau
menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin
menyusahkanmu. Sungguh insya-Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan antar aku dan
engkau dan Allah s.w.t sebagai saksi atas kesepakatan kita, baik aku
melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun mahupun sepuluh tahun. Setelah itu,
aku bebas untuk pergi ke mana saja."
Allah
s.w.t berfirman:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu
berjalan kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar
ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.' Maka
tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita
(mengenai dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat
dari orang-orang yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua wanita itu berkata:
'Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), kerana
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)
ialah orang yang kuat lagi dapat dipercayai. Berkatalah dia (Syu'aib):
'Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua
anakku ini, atas dasar bahawa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku
tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah (perjanjian) antara aku dan
kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka
tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa
yang aku ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika
sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan jawapan dari
pertanyaan-pertanyaan yang mencuba menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang
anak perempuan yang menikahi Musa: apakah anak perempuan yang paling besar
ataukah anak perempuan yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan
tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan
kisah yang mereka yakini kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahawa Musa
menikah dengan salah satu anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak
mengetahui siapa dia dan siapa namanya. Kami meyakini bahawa beliau menikah
dengan gadis yang memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah
yang menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Quran
al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman yang tersembunyi
di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali orang tuanya mengetahui bahawa
anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika
berbicara tentang pernikahan kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan
Musa untuk memilih. Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya.
Tetapi, siapa gadis yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua atau
gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran tidak menyebutkan hal tersebut,
meskipun ia hanya memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu
berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu
juga Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh Musa saat
ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup dengan delapan tahun.
Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa dan kemurahannya serta
kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahawa beliau
memilih masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung
oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah
Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh. Pekerjaan
Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk menggembala
kambing. Kami kira bahawa sepuluh tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di
Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh Allah s.w.t. Musa
berdasarkan agama Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah
cucu dari Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap
nabi yang datang setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita
memahami bahawa Musa berada di atas agama ayah-ayahnya dan datuk- datuknya.
Nabi
Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa sepuluh
tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa sepuluh tahun
ini adalah masa yang paling penting dalam kehidupannya. Ia merupakan masa
persiapan yang besar. Pada setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa
mengikuti terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa
memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah tanah dan mekar. Musa
memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi setelah bumi itu mati, lalu
bumi itu menjadi tempat yang indah dan subur. Musa memperhatikan alam yang luas
dan ia tampak tercengang dan kagum dengan ciptaan Allah s.w.t.
Sebenarnya
pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut jauh-jauh hari sudah
tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam jiwanya. Bukankah Musa telah
terdidik di istana Fir'aun. Ini bererti bahawa beliau menjadi seorang Mesir
yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan
fizikalnya; orang Mesir dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala
hal yang ada pada Musa berbau Mesir. Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi
dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa perantara
seorang malaikat di mana Allah s.w.t akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh
kerana itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental dan
moral, sedangkan persiapan fizik telah selesai dilaluinya di Mesir. Musa tumbuh
di istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu
pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang pemuda yang kuat di
mana hanya sekadar memisahkan seseorang yang berkelahi, ia justru membunuhnya.
Setelah persiapan fizik yang sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan
mental yang seimbang. Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang
sempurna di mana beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat penggembalaan
yang beliau belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di
tengah-tengah orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering
kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan itu. Allah
s.w.t mempersiapkan hal tersebut kepada nabi- Nya agar setelah itu beliau mampu
memegang amanat yang besar dari Allah s.w.t. Datanglah suatu hari atas Musa.
Selesailah masa yang ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk
kembali ke Mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya
dengan sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui
bahawa undang-undang di Mesir sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa; jika
penguasa berkehendak maka Musa dapat menerima hukuman dan jika tidak
berkehendak maka dia akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan berhak
mendapatkan hukuman. Alhasil, Musa menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya
yakin ia akan selamat ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti
keyakinannya bahawa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian,
rasa rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong Musa
segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa
berkata kepada Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke
Mesir." Isterinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan
terdapat seribu macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah
Musa." Isteri Musa tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak
mengetahui rahsia tentang keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir
setelah sepuluh tahun beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia
kembali ke sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan saudaranya? Apakah
beliau berfikir untuk mengunjungi Isteri Fir'aun yang telah mendidiknya
layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya sendiri? Tidak ada
seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam diri Musa saat beliau
berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, yang kita ketahui bahawa Nabi
Musa terbimbing dengan ketetapan- ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak
melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa
keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi di balik
gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu,
petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak
bersahabat. Di tengah- tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan
dua potongan batu kemudian beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan
keduanya agar mendapatkan api darinya sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi
sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu. Angin yang bertiup kencang
memadamkan api kecil itu.
Nabi
Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di
tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa mengangkat kepalanya dan
menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang beliau saksikan adalah api yang
sangat besar yang menyala-nyala dari kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi dengan
rasa gembira. Ia berkata kepada keluarganya: "Aku melihat api di
sana." Lalu beliau memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya
sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu
berita atau akan menemukan seseorang yang dapat memberinya petunjuk sehingga
beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa sebahagian api yang menyala
sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya
melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak melihat
sesuatu pun. Mereka tetap mentaatinya dan duduk sambil menunggu kedatangan
Musa. Musa bergerak menuju ke tempat api. Musa segera berjalan untuk
menghangatkan tubuhnya, sementara tangan kanannya memegang tongkatnya dan
tubuhnya tampak basah kuyup kerana hujan. Nabi Musa tetap berjalan sampai ia
mencapai suatu lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik
di lembah ini. Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang
bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum lama beliau
mendekatinya sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka
tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'bahawa telah diberkati
orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di
sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 8)
Tiba-tiba
Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar dan
datang dari segala tempat dan tidak berasal dari tempat tertentu. Musa melihat
api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau mendapati suatu pohon hijau
dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan berkobar api darinya maka
pohon itu justru semakin hijau. Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi
hitam saat terbakar, tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya.
Musa tetap menggigil meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai
berkeringat.
Lembah
yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua tangannya
di atas kedua matanya kerana saking dahsyatnya cahaya. Beliau melakukan yang
demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua matanya. Kemudian Musa
bertanya dalam dirinya: Ini cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke
tanah sebagai wujud rasa takut, lalu Allah s.w.t memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa
mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa
semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah
s.w.t berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau berada
di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk dan rukuk
sementara tubuhnya tampak gementar dan beliau mulai melepas sandalnya Allah
s.w.t berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah
yang suci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa
rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah s.w.t kembali berkata:
"Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar
supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali
janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan
oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa."
(QS. Thaha: 13-16)
Musa
semakin gementar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog dengan
Allah s.w.t. Allah s.w.t yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha:
17)
Bertambahlah
kehairanan Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang mengajaknya berbicara dan
tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa tentang apa yang dipegangnya, lalu
mengapa Allah s.w.t bertanya kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui
darinya. Tak ragu lagi bahawa di sana ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab
pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak mengigil:
"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun)
dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain
padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah
berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa
melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa hairannya semakin menjadi-jadi.
Tiba-tiba Musa dikejutkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar.
Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya.
Musa merasa tubuhnya bergetar kerana rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya
kerana takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah,
Allah s.w.t memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang menjadikan
rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)
"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut.
Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash: 31)
Musa
kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu
pun tetap bergerak. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya
kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha: 21)
Musa
menghulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat
menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah
s.w.t terjadi dengan cepat. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah
tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar putih tidak bercacat bukan kerana
penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. "
(QS. al-Qashash: 32)
Musa
meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan
itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia
meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah s.w.t padanya
sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.
Musa
merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya -
setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat
tongkat - untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang dan Allah s.w.t memerintahkan kepadanya untuk
mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun.
Musa berkata bahawa ia telah membunuh seseorang di antara mereka dan beliau
khuatir mereka akan membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah
s.w.t dan memohon kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah
s.w.t menenangkan Musa dengan mengatakan bahawa Dia akan selalu bersama mereka
berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-geri dan perbuatan mereka. Meskipun
Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir'aun
tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka. Allah s.w.t memberitahu Musa
bahawa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada Allah s.w.t
agar melapangkan hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya kekuatan
dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api,
lalu berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya
aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepadamu atau
aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia datang ke tempat
api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Maka
tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci,
Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
(kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar
supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali
janganlah kamu kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya
dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa.
Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa, 'Ini adalah tongkatku, aku
bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingmu, dan bagiku
ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai
Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular
yang merayap dengan cepat. Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan
mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke
ketiakmu, nescaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai
mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari
tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia
telah melampaui batas. Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku,
dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidah, supaya
mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari
keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan
jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada
Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat
(keadaan) kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan
permintaanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu
pada kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang
diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah
ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil
oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih
sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.
(Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada
(keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan
memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan
tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami
selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencubamu dengan beberapa cubaan;
maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian kamu
datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk
diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)
Kita
tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar
berkaitan dengan firman Allah s.w.t kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan
Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu
adalah salah satu puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman
itu yang mampu mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui
keluarganya setelah Allah s.w.t memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk
berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi Musa beserta keluarganya berjalan menuju
ke Mesir. Hanya Allah s.w.t yang mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas
di dalam diri Musa saat beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah
masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan
akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat
kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang
paling bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa
mengetahui bahawa Fir'aun adalah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha
memberhentikan langkah dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah
s.w.t memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan
kelembutan dan kasih sayang. Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun
tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau
diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang diseksa oleh Fir'aun.
Allah
s.w.t berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah:
'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil
bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah
tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan
tantangan. Fir'aun menyeksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan
memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai
kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi
Musa mengetahui bahawa rejim Mesir berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan
mengeksploitasi mereka di luar kemampuan mereka demi kepentingan penguasa.
Tetapi Nabi Musa tetap memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t
padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah
melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
Musa
bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah s.w.t, tentang
rahmat-Nya, tentang syurganya, dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan
menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun
melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa
dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahawa seseorang yang di
hadapannya adalah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang
kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa
yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa menjawab: "Aku ingin agar
engkau membebaskan Bani Israil." Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus
membebaskan mereka bersamamu sementara mereka adalah budak- budakku?" Musa
menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah s.w.t, Tuhan Pengatur alam
semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya: "Bukankah engkau
mengatakan bahawa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun
berkata: "Bukankah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat engkau
masih kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang
aku didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air kami,
dan engkau menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang
membunuh seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua
itu? Bukankah mereka mengatakan bahawa pembunuhan merupakan suatu kekufuran?
Kalau begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau
adalah Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan
menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha
berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah
lupa."
Musa
mengerti bahawa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun
berusaha menunjukkan kepadanya bahawa ia telah mendidiknya dan berlaku baik
padanya. Musa juga memahami bahawa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa
memberitahu Fir'aun, bahawa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang
Mesir tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja. Musa
memberitahu Fir'aun bahawa ia lari dari Mesir kerana khuatir akan pembalasan
mereka. Pembunuhan yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak
bermaksud untuk membunuh seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahawa Allah
s.w.t telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah
s.w.t menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara'
sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya):
'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak
bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahawa mereka akan
mendustakan aku. Dan (kerananya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka
utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut
mereka akan membunuhku.' Allah berfirman: 'Janganlah takut (mereka tidak akan
dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami
(mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang
mereka katakan). Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah:
'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil
(pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu di
antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama
kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang
telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak
membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu
termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku
takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia
menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara:
10-21)
Kemudian
bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahawa ia telah berbuat
baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu
telah memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 22)
Musa
ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahawa nikmat yang engkau
berikan kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku
adalah salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini
sebanding dengan cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau
memperbudak mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena.
Jika ini memang demikian maka logik mengatakan bahawa kita seimbang: tiada yang
berhutang dan tiada yang meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang
memberikan bahagian yang lebih besar?
Alhasil
masalahnya adalah dakwah di jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang aku tidak
membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil.
Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari
Allah s.w.t. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap ini
Fir'aun mulai memasuki pembicaraan lebih serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya
keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang)
mempercayai-Nya." (QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata
Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak
mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa
berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. "
(QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun
berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil:
"Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar- benar orang
gila." Musa kembali berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan
ejekannya:
"Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara
keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS.
asy-Syu'ara': 28)
Allah
s.w.t menceritakan sebahagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam
surah as-Syu'ara':
"Fir'aun
bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan Pencipta
langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu
sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun kepada orang-orang
sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu
dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya
Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila.' Musa berkata:
'Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya:
(Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah
s.w.t mengingatkan dalam surah Thaha sebahagian dari peristiwa pertemuan antara
Fir'aun dan Nabi Musa. Allah s.w.t berfirman:
"Maka datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah:
'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil
bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang
kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan
keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya
telah diwahyukan kepada kami bahawa seksa itu (ditimpakan) atas orang-orang
yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah Tuhanmu
berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah keadaan-keadaan umat-umat yang
dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam
sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula)
lupa.'" (QS. Thaha: 47-52)
Kita
perhatikan bahawa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan
Pengatur alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya
atau pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang
dilontarkan Fir'aun semata- mata hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya
dengan jawapan yang sempurna dan mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya
Tuhan kami adalah Dia yang memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing
ciptaannya. Dialah sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia
juga yang membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga makhluk-makhluk
tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah s.w.t-lah yang
mengarahkan segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menguasai segala sesuatu;
Allah s.w.t-lah yang mengetahui segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang
menyaksikan segala sesuatu." Al-Quran al-Karim mengungkapkan semua itu
dalam ungkapan yang sederhana namun padat ertinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan
kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk." (QS. Thaha: 50)
Kemudian
Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di
abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun
masih ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "bahawa
masa-masa yang dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t adalah masalah
yang semua itu berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain, semua itu
diketahui oleh Allah s.w.t. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam
kitab Allah s.w.t. Allah s.w.t menghitung apa yang mereka kerjakan di dalam
kitab. Allah s.w.t tidak pernah lupa." Jawapan Nabi Musa tersebut berusaha
menenangkan Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi
Allah s.w.t mengetahui segala sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan
manusia dan Allah s.w.t tidak menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa
kembali menyempurnakan dan menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang
yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan darinya Kami
akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang
lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi
Musa menarik perhatian Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t di
alam semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan,
dan tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan bagaimana pengaruh
semua itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun bahawa Allah s.w.t
menciptakan manusia dari tanah dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya
dengan kematian lalu mengeluarkan manusia darinya di hari kebangkitan. Jadi, di
sana terjadi hari kebangkitan dan pada hari kiamat manusia akan menghadap
kepada Allah s.w.t. Tidak ada seseorang pun yang dikecualikan dari hal itu.
Semua hamba Allah s.w.t akan berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk
Fir'aun.
Musa
datang kepada Fir'aun sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan
mendapatkan pelajaran namun justru dialog antara dirinya dan Musa semakin
menajam. Bisa dikatakan bahawa dialog di antara mereka menjadi pertentangan.
Ketajaman dialog mulai menghangat. Kemudian berubahlah bahasa dialog itu. Musa
berusaha menyampaikan argumentasi yang sangat kuat kepada Fir'aun. Musa
berusaha membawa argumentasi rasional tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang
lingkup dialog yang berdasarkan logik yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan
dialog dalam bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi
melawannya. Ia mulai menyerang Musa dan mengancamnya.
Fir'aun
menunjukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun acuh
tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang peribadi Musa. Ia
mulai mempersoalkan pakaian Musa dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun
menyerang cara Musa berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun
sengaja memakai metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana
ia berani menentang penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah
selain dirinya; tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana
Musa tidak mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan
sangat mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan
tentang ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa
berani menyembah tuhan selain dirinya. Ini bererti bahawa Musa ingin dimasukan
ke dalam penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain
Fir'aun kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku,
benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'"
(QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa
mengetahui bahawa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat.
Dialog yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan serta pada
akhirnya menjadi ancaman hukuman penjara. Musa mengetahui bahawa telah tiba
waktunya untuk menunjukkan mukjizat yang dibawanya. Setelah diancam akan
dimasukan ke dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:
"Musa berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini) kendatipun aku
tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS. asy- Syu'ara':
30)
Musa
menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu
sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata
itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy-
Syu'ara': 30-31)
Musa
melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap
bahawa tongkat yang dibawanya jatuh kerana Musa gementar menghadapinya. Setelah
Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang
menyentuh tanah itu berubah menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat
dan gesit. Ular itu menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat kerana takut.
Ia tampak gementar di kerusinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan
ular itu darinya. Nabi Musa menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu
kembali menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah
peristiwa itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali
menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang
kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba
tangan itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan
cahaya yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ
merasakan kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau
kerana saking takutnya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu
(menjadi) ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka
tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang- orang yang
melihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan
semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi
Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di situ. Pertama-tama mereka merasakan
ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi Musa mengembalikan tangannya ke
sakunya lalu tangannya kembali seperti semula.
Fir'aun
berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan
perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana.
Fir'aun tampak terpukul atas peristiwa itu. Fikirannya mulai berputar-putar. Ia
membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya
seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia,
lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya agar orang- orang yang melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu
kepada masyarakat umum, tetapi para pembantu istana dan sebahagian dari Bani
Israil menyaksikan dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan
di tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar
terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika Musa
keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa takut dan gementar, kini
menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada menterinya dan para
pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada mereka tanpa sebab yang
diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk keluar dari ruangannya dan
meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun
berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum
beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum hilang juga.
Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan orang-orang dekatnya dan
semua para menteri di istana serta para pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya kepada Haman salah satu ketua para menterinya untuk mengepalai
pertemuan tersebut. Kemudian para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun
memasuki ruang pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak
mahu menerima dengan mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir
selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari
memerintah dengan semahunya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan kedatangan Musa
yang ingin menghancurkan apa saja yang telah dibangunnya. Musa mengatakan pada
dirinya bahawa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di
alam semesta. Ini bererti bahawa Fir'aun adalah seorang pembohong. Pemikiran
ini menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada ketua para
menterinya yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak
ada seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu
dengan secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah
aku seseorang pembohong wahai Haman?" Haman menunduk dan bertanya:
"Siapa yang berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah:
"Musa." Bukankah ia mengatakan bahawa ada tuhan lain di langit."
Dengan mantap Haman menjawab: "Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong."
Fir'aun berkata dalam keadaan memutar wajahnya ke arah yang lain: "Aku
mengetahui bahawa ia berbohong." Kemudian Fir'aun kembali menoleh ke
Haman:
"Dan berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah
bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu- pintu
langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya
seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun
mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kukuh dan tinggi di
mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan
peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung membangun bangunan yang
spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun
demikian, Haman bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun
sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin
melaksanakan perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi
wahai tuanku dan izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu.
Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana
Tuhan selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya
itu dengan sangat puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang
ditetapkan. Kemudian dalam perkumpulan yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan
kata-katanya yang bersejarah:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain
aku." (QS. al-Qashash: 38)
Semua
yang hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka
terdapat dua orang atau tiga orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang
itu mengetahui bahawa sebenarnya Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun
demikian, mereka membiarakan kebohongan itu dan memilih apa yang disetujui oleh
Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus
membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para tentera Mesir, para pembesar
istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan
maksud bertanya kepada para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang
Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."
Salah
seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang
gila." Sementara itu salah seorang dukun berkata: " - Tampaknya ia
khuatir mereka akan mencurigainya jika ia tidak mengatakan sesuatu pun kepada
mereka - saya kira ia terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan
mereka dengan mengatakan: "Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam,
namun kalian belum menjawab pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa? Apa
sebenarnya persekongkolan yang disembunyikannya." Para penasihat terdiam
kerana rasa takut dan sebagai bentuk kemunafikan terhadap Fir'aun. Mereka hanya
menunggu Fir'aun mengucapkan kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya
dengan mulut-mulut mereka layaknya burung beo. Setelah keheningan menyelimuti
ruangan itu, Fir'aun berkata: "Aku kira bahawa Musa adalah salah satu
tukang sihir yang hebat. Ia ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan
sihirnya. Lalu persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah
hal yang maklum di rejim kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang dihadiri oleh
para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pendapat sesama mereka
bererti hanya sekadar untuk mengulang-ulang dan menerima keputusan mutlak dari
penguasa. Para penasihat berkata - setelah Fir'aun memberi mereka kesempatan
untuk mengutarakan pendapat: "Sungguh benar apa yang dikatakan oleh
Fir'aun. Musa adalah seorang tukang sihir. Kalau begitu, masalahnya telah
selesai. Kita akan mengembalikan Musa dan saudaranya, dan kita akan menyebarkan
perintah Fir'aun di Mesir untuk menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang
sihir telah datang dan berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan
bahawa Musa memang tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan
cara demikian, kita dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan
anak-anak Bani Israil." Perundingan bersejarah itu sepakat untuk
melaksanakan hal itu. Sepuluh orang dari pembantu Fir'aun keluar dari istana,
Fir'aun dengan menunggangi kenderaan mereka dan mereka segera berpencar di
seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan pada hari kedua di pasar-pasar Mesir
bahawa seluruh jago-jago sihir hendaklah menuju ke istana Fir'aun untuk
mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan yang penting.
Fir'aun
memanggil Nabi Musa dan berusaha mengancamnya dan menakut- nakutkan tetapi Nabi
Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "Sesungguhnya engkau
seorang tukang sihir, dan aku menetapkan untuk menyingkap kedokmu di hadapan
semua orang. Tidak lama lagi para tukang sihir akan datang." Nabi Musa
bertanya: "Kapan aku akan bertemu dengan tukang sihir itu?" Fir'aun
berkata: "Di sana terdapat suatu pertemuan atau acara yang sebentar lagi
akan dimulai yang dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari di mana angin bertiup
dengan sepoi-sepoi; hari di mana bumi berhias diri menyambut kedatangan musim
semi. Sungguh itu suatu pertemuan yang menakjubkan dan engkau akan dikalahkan.
Sekarang aku beri kesempatan kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan
kesempatan yang terakhir bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa
berkata dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir: "Kami
sepakat atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia akan
berkumpul di pagi hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan
datang?" Musa berkata: "Insya-Allah aku akan hadir di waktu fajar di
permulaan siang."
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-
tanda kekuasaan Kami semuanya, maka ia mendustakan dan enggan (menerima
kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir
kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa! Dan kami pun pasti akan
mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk
pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak
(pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya).' Berkata Musa:
"Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan
hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalah naik.'" (QS.
Thaha: 56-59)
Nabi
Musa pergi dalam keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir datang ke
istana Fir'aun. Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua
menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya.
Fir'aun memerintahkan mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai
berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati wajah mereka dan pakaian
mereka. Fir'aun tampak terdiam memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan
berkata: "Wahai para tukang sihir, kami sekarang menghadapi masalah yang
kecil dan kami telah memerintahkan agar kalian dihadirkan untuk memecahkan
masalah itu." Para tukang sihir itu menundukkan kepalanya dan mereka
mendengarkan dengan hikmat. Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki
datang kepada kami dan ia mengaku utusan Allah s.w.t; seorang lelaki yang
bernama Musa dan bersama saudaranya, Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang mahir,
lebih tangkas dan lebih hebat dari Harun. Oleh kerana itu, kalian harus
mengalahkannya dengan kekalahan yang teruk sehingga ia tidak mampu lagi
mengangkat kepalanya kerana rasa malu." Para tukang sihir tetap
menundukkan kepalanya dan mereka terdiam. Fir'aun berkata: "Mengapa
seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku tentang sihirnya Musa."
Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami menunggu tuan yang
agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin memutus pembicaraanmu wahai
tuan."
Dengan
nada marah, Fir'aun berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan tiba-tiba
tongkatnya itu menjadi ular yang sangat besar lalu ia mencabut tangannya dan
tiba-tiba tangannya menjadi putih yang menakjubkan orang-orang yang
melihatnya." Tampak senyum manis menghiasi wajah- wajah para tukang sihir
dan salah seorang mereka berkata: "Hendaklah hati Fir'aun tenang. Ini
adalah permainan kuno; permainan tongkat yang berubah menjadi ular.
Sesungguhnya itu hanya sekadar imaginasi yang menipu orang-orang yang
melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak padahal ia tetap di tempatnya."
Fir'aun
berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah
pembuatan sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah
sepakat untuk bertemu pada hari ketika musim semi akan tiba. Masyarakat Mesir
semuanya akan berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian saat kalian
mengalahkannya. Oleh kerana itu, kalian harus dapat mengalahkannya."
Selesailah
perkataan Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir meninggalkannya tapi mereka
masih berdiri. Salah seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita Fir'aun
tidak berbicara kepada kita tentang urusan yang lebih penting seandainya kita
dapat mengalahkan Musa?" Dengan kehairanan Fir'aun bertanya: "Apa sesuatu
yang lebih penting itu?" Salah seorang tukang sihir berkata: "Tentu
kami minta upah jika kami menang." Dengan tertawa, Fir'aun berkata:
"Jangan khuatir, aku akan memuaskan kalian. Kalian akan menjadi
orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan baru di istana
bagi para tukang sihir. Kalian jangan khuatir. Tenanglah kerana kalian akan
menerima upah yang layak."
Fir'aun
tertawa melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian ia
memerintahkan agar mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia sendiri menuju ke
meja makan siang. Fir'aun duduk sambil makan. Ia berkata sambil menyantap paha
kambing yang besar: "Semenjak Musa datang selera makanku terganggu. Namun
sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah
seorang utusan dari Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya
sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu
dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil
(pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika benar kamu membawa sesuatu bukti,
maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar.'
Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih
bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. Pemuka-pemuka kaum
Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, yang
bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka
apakah yang kamu anjurkan?' Pemuka-pemuka itu menjawab: 'Beritahulah ia dan
saudara-saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan
mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir
yang pandai.' Dan beberapa ahli sihir telah datang kepada Fir'aun mengatakan:
'(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang
Fir'aun menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk
orang-orang yang dekat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf: 104-114)
Kemudian
datanglah hari yang dijanjikan. Orang-orang berbondong- bondong keluar dari
rumah. Mereka membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun.
Mereka menuju ke tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak ada seorang pun di
Mesir yang tidak mengetahui tentang peristiwa itu. Orang-orang begitu gembira
ketika para tukang sihir itu datang sebagaimana mereka juga gembira ketika
melihat Fir'aun datang, namun keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi
Musa dan Nabi Harun datang. Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang
hanya ditutupi oleh payung Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik
matahari. Fir'aun berdiri di tengah-tengah tenteranya. Ia memakai emas dan
permata. Sementara itu, Nabi Musa berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam
keadaan mengingat Allah s.w.t.
Keadaan
saat itu benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa.
Mereka berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama kali melempar atau
kami yang pertama kali melempar." Musa berkata: "Kalianlah yang
pertama kali melempar." Para tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan
Fir'aun, sesungguhnya kami akan menang." Musa berkata: "Celaka
kalian, janganlah kalian membuat dusta kepada Allah s.w.t nescaya Dia akan
mendatangkan seksa bagi kalian." Sebahagian ahli hakikat berkata: "Nabi
Musa menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di sebelah kanannya." Jibril
berkata kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah kamu bersikap sopan kepada
wali-wali Allah s.w.t." Musa berkata dalam dirinva: "Mereka para
tukang sihir itu datang dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun." Jibril
kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah s.w.t.
Mereka saat ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat Ashar
mereka akan berada di syurga."
Para
tukang sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali mereka.
Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan menyihir
pandangan orang-orang yang melihatnya. Orang- orang yang melihat sihir itu
merasa takut kerana mereka mendatangkan sihir yang besar. Orang-orang merasa
gembira dan Fir'aun pun menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam dirinya:
Sungguh hari ini adalah hari pembalasan atas Musa. Mukjizatnya berupa tongkat
yang ada di tangannya yang dapat berubah menjadi ular, sekarang Fir'aun
menghadirkan kepadanya seluruh tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan
tali-tali yang ada di tangan mereka pun berubah menjadi ular. Senyuman Fir'aun
pun semakin melebar.
Nabi
Musa memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa
takut. Nabi Musa ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan
ketakutan. Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan masuk syurga dan mereka
akan menjadi wali-wali Allah s.w.t? Nabi Musa merasakan semua itu, namun tiada
seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang terlintas dalam benak Nabi
Musa saat ia berdiri dengan bajunya yang sederhana bersama saudaranya di
hadapan kumpulan manusia yang banyak dari para pengawal dan tentera Fir'aun.
Ketika Musa merasakan ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus
dalam dirinya dan Allah s.w.t berkata kepadanya:
"Kami berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang
paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu,
nescaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka
perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang
tukang sihir itu, dari mana saja ia datang." (QS.Thaha: 68-69)
Musa
merasa senang ketika mendengar Allah s.w.t menenangkannya. Nabi Musa dapat
mengendalikan dirinya, kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan
melemparkannya. Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba terjadilah suatu
mukjizat. Orang-orang dan para tukang sihir Fir'aun bahkan Fir'aun sendiri
menyaksikan sesuatu yang belum pernah mereka saksikan di dunia. Biasanya
seorang tukang sihir dapat menipu pandangan manusia dan memperdaya mereka
seolah-olah ada ular yang bergerak padahal ia tetap di tempatnya. Tetapi apa
yang terjadi saat itu adalah sesuatu yang benar-benar berbeza. Belum sampai
tongkat Nabi Musa menyentuh tanah sehingga ia berubah menjadi ular yang besar
dan sangat gesit.
Tiba-tiba
ular ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka yang
bergerak dan ia mulai memakannya satu persatu. Tongkat Nabi Musa memakan
tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka dengan cepat. Belum berselang
beberapa minit sehingga arena itu kosong dari tali-tali tukang sihir dan
tongkat-tongkat mereka. Tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir tersembunyi
dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah ular yang besar menuju Nabi Musa
lalu beliau menghulurkan tangannya dan tiba-tiba ular itu berubah menjadi
tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahawa mereka bukan di hadapan seorang
penyihir. Mereka sebenamya adalah tokoh-tokoh sihir dan para pakar dalam hal
itu di zaman mereka, tetapi apa yang mereka saksikan saat ini bukan termasuk
sihir. Itu adalah mukjizat dari Allah s.w.t.
Akhirnya,
para tukang sihir itu sujud di atas tanah. Mereka berkata: "Kami beriman
kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa dan
Harun." Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil menyaksikan mukjizat
yang mengagumkan ini. Mereka melihat bagaimana tukang sihir-tukang sihir
Fir'aun sujud kepada Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahawa bola itu kini
berada di tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan berteriak di
depan tukang sihir: "Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku
memberi izin kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk
beriman tidak perlu izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah
persekongkolan yang jelas. Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari
kalian sihir. Sungguh tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus
dan kalian akan disalib di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang
jelas."
Para
tukang sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun.
Kami tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi ini.
Sesungguhnya kami beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kami dan
menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau berikan terhadap kami
adalah sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah s.w.t lebih baik
dan lebih abadi. Seandainya engkau menyeksa kami dan membunuh kami dan menyalib
kami, maka engkau hanya dapat menyeksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu
kehidupan dunia tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami hanya
ingin mendapatkan pengampunan dari Allah s.w.t dan memasuki syurga."
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintahnya untuk menyalib semua tukang sihir.
Ketika menyaksikan peristiwa tersebut, orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian
Nabi Musa dan Nabi Harun meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke
istananya. Allah s.w.t menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami
tukang sihir dan Musa dalam firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan
lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?' Musa menjawab: 'Lemparkanlah
(lebih dahulu)! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan
menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar
(menakjubkan). Dan Kami mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka
sekoyong-koyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. kerana itu
nyatalah yang benar dan gagallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah
di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu
serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: 'Kami beriman
kepada Tuhan semesta alam, (Yaitu) Tuhan Musa dan Harun. Fir'aun berkata:
'Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?' Sesungguhnya
(perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota
ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya; maka kelah kamu akan mengetahui
(akibat perbuatanmu ini); sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu
dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh- sungguh aku akan
menyalib kamu semuanya. Ahli-ahli sihir itu menjawab: 'Sesungguhnya kepada
Tuhanlah kami kembali. Dan kamu tidak membalas dendam dengan menyeksa kami,
melainkan kerana kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika
ayat-ayat itu datang kepada kami.' (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami,
limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah
diri (kepada-Mu).'" (QS. al-A"raf: 115-126)
Para
tukang sihir Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa
oleh Nabi Musa. Mereka beriman kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka dinaikkan
di batang-batang pohon kurma untuk disalib dan dipotong tangan-tangan mereka dan
kaki-kaki mereka. Mereka meminta kepada Allah s.w.t agar mereka dimatikan
sebagai orang-orang Muslim.
Kemudian
Musa memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini sampai
salat Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di syurga. Ketika memasuki
waktu Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh
para tentera Fir'aun. Fir'aun menghadapi masalah baru. Fir'aun mengadakan
serangkaian pertemuan- pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil
penanggung jawab tentera dan pasukan. Fir'aun juga memanggil apa saat ini
dinamakan dengan kepala intelejen. Bahkan Fir'aun juga memanggil para menteri
dan para penjabat serta tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun memanggil semua yang
mempunyai kekuatan untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun
bertanya kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang-
orang?" Ia berkata: "Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan
mereka mendapat informasi bahawa Musa dapat memenangkan perlumbaan itu kerana
ia berhasil membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian
Fir'aun bertanya kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi
pada jasad-jasad tukang sihir?" Ia berkata: "Anak buahku
menggantunginya di tempat umum dan di pasar-pasar untuk menakuti manusia dan kami
sebarkan berita bahawa Fir'aun akan membunuh setiap orang yang memiliki
persekongkolan." Lalu Fir'aun bertanya kepada komandan pasukan: "Apa
yang dikatakan oleh pasukan?" Ia menjawab: "Mereka menginginkan agar
mendapatkan perintah untuk bergerak di tempat mana pun yang ditentukan oleh
Fir'aun." Fir'aun berkata: "Belum datang giliran pasukan maka akan
datang gilirannya."
Fir'aun
kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri bergerak dan
mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara, dan Fir'aun
mengizinkan kepadanya. Haman berkata: "Apakah kita akan membiarkan Musa
dan kaumnya untuk membuat kerosakan di muka bumi dan mereka mengalihkan ibadah
kepada selainmu?" Fir'aun berkata: "Sungguh engkau dapat membaca fikiranku
wahai Haman. Kita akan membunuh anak-anak mereka dan akan mempermalukan
perempuan-perempuan mereka. Aku memiliki kekuasaan di atas mereka."
Pasukan
Fir'aun pergi untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan menodai
kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun yang menentang.
Musa berdiri menyaksikan apa yang terjadi tanpa mampu turut campur dan tanpa
mampu mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya memerintahkan kaumnya untuk
bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk meminta pertolongan kepada Allah
s.w.t dan bersabar atas segala ujian. Beliau menjadikan para tukang sihir
sebagai teladan bagi mereka di mana tukang sihir Mesir itu mampu menahan derita
di jalan Allah s.w.t tanpa berkeluh kesah. Nabi Musa memberitahu mereka bahawa
tentera-tentera Fir'aun berbuat aniaya di muka bumi yang seakan-akan bumi
adalah milik khusus mereka. Sebenarnya Allah s.w.t akan mewariskan bumi kepada
orang-orang yang bertakwa.
Kemudian
intimidasi yang dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil sehingga
mereka merasakan kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa: "Wahai
Musa kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu,
anak-anak dibunuh sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu."
Seakan-akan mereka berkata kepada Musa bahawa keberadaanmu tidak memberikan
manfaat sedikit pun. Kami tetap merasakan kesendirian. Musa menolak kebodohan
mereka ini. Ia memberitahu mereka bahawa Allah s.w.t akan menghancurkan
musuh-musuh mereka, kemudian Allah s.w.t akan menjadikan bumi dikuasai oleh
mereka. Tetapi lagi-lagi mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahawa
mereka tidak kuat lagi menahan penderitaan yang mereka alami.
Musa
menghadapi keadaan yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan
konspirasinya. Pada saat yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan kaumnya. Di
tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak. Qarun adalah seorang
putera Bani Israil. Ia berasal dari kaum Musa tetapi ia justru menentang Musa.
Kekayaannya dan status sosialnya menjadikannya lebih dekat kepada rejim
Fir'aun. Allah s.w.t menceritakan kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah
s.w.t berkata kepada kita bahawa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya
sangat sulit dipikul oleh sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun. Seandainya
kita ingin mengetahui kunci-kunci kekayaan ini yang sedemikian rupa, maka kita
dapat membayangkan kekayaan itu sendiri. Qarun memiliki berbagai macam kekayaan
dan dalam jumlah yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat
dari kulit yang dihiasi oleh perak dan emas.
Jika
Qarun keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan
disinari oleh matahari, maka emas-emas yang dibawanya tampak menyala di bawah
sengatan matahari. Pemandangan demikian sangat mengagumkan bagi orang-orang
yang mencintai dunia. Kekayaan yang dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh
sehingga tidak mudah baginya untuk menerima nasihat. Tampak bahawa kekayaannya
dan kesombongannya membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun
menjadi tertawa yang paling terkenal di kalangan Bani Israil, dan kebenarannya
menyaingi kebenaran Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman)
menguasai Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai sebahagian
dari Mesir.
Orang-orang
yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia berfikir sejenak tentang
akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya: "Sesungguhnya tak
seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara keseluruhan dan
menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi mereka menasihatimu agar engkau
tidak melupakan bahagianmu dari dunia. Sebagaimana mereka menasihatimu agar
jangan sampai engkau melupakan bahagianmu dari akhirat."
Qarun
hanya merasa puas dengan bahagiannya dari dunia. Imaginasi akalnya mengatakan
bahawa kekayaan ini datang kerana usaha kerasnya sebagaimana ia menduga
kekayaannya adalah tanda bahawa Allah mencintainya. Bahkan ia mengira bahawa ia
lebih utama dan lebih mulia dari Musa. Musa adalah seorang yang fakir sedangkan
Qarun adalah seorang yang kaya, maka bagaimana seorang yang fakir yang tidak
memakai satu pun gelang dari emas dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi
Allah dibandingkan dengan seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya
dari emas. Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap Musa.
Allah
s.w.t berfirman:
"Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang
hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)
Demikianlah
pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara pendapat Fir'aun dan
Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan kedudukan sosial dan kekayaannya, Qarun
menjadi sahabat Fir'aun dan mendukung rejim kekuasaannya. Bukan hanya Qarun,
Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun
memiliki pendapat yang sama. Yakni, bagi orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar
seorang tukang sihir yang mengalahkan jaguh-jaguh sihir lainnya. Namun ini
tidak bererti bahawa masyarakat Mesir tidak memiliki keutamaan sedikit pun. Di
tengah-tengah masyarakat Mesir masih terdapat orang yang beriman kepada Nabi
Musa namun ia menyembunyikan keimanannya kerana khuatir terhadap kejahatan
Fir'aun.
Di
sana juga ada orang yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah s.w.t
memang mencintai Musa lalu mengapa ia dijadikan seorang yang fakir. Qarun
menjadi fitnah atau cubaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi orang-orang
Mesir. Ketika Qarun keluar dengan membawa pesona dunianya maka orang-orang yang
menginginkan kehidupan dunia berkata:
"Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga- moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." (QS. al-Qashash: 79)
Sedangkan
orang-orang yang berakal sehat - biarpun jumlah mereka sedikit - mereka
memandang bahawa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa tidak bererti sedikit
pun di sisi Allah s.w.t. Allah s.w.t tidak memandang kekayaan yang banyak jika
jiwa manusia menjadi gelap kerananya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian
sulit, Nabi Musa menghadapi Qarun yang menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi
mesti menunjukkan sikap yang baik dan kesucian yang agung. Tampaknya Qarun
sepakat dengan Fir'aun untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan pengikutnya dengan
tuduhan yang berlawanan dengan kesuciannya.
Akhirnya,
pada suatu hari Nabi Musa dikejutkan dengan suatu tuduhan di mana ada seorang
wanita yang menuduhnya berbuat tidak senonoh kepadanya dan mengatakan bahawa
Musa pernah tidur bersamanya kelmarin. Kami kira Nabi Musa sangat kaget dengan
tuduhan ini dan beliau tidak mengetahui apa yang dikatakannya atau bagaimana
beliau membela dirinya menghadapi tuduhan seperti itu. Kemungkinan besar beliau
salat dan menghadap Allah s.w.t. Kemudian beliau menemui wanita itu dan
bertanya, mengapa ia menuduhkan padanya sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba
wanita itu menangis dan meminta ampun kepada Musa. Ia memberitahu Musa bahawa
Qarun memberinya wang sebagai imbalan atas fitnah yang ditebarkannya terhadap
Musa. Mendengar itu, Musa mendoakan buruk buat Qarun. Kemudian Allah s.w.t
berkehendak untuk mendatangkan mukjizat di saat yang tepat yang menjelaskan
kepada manusia bahawa Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha Perkasa, dan bahawa
harta hanya sebahagian ujian dan fitnah, bukan sebagai suatu keutamaan yang
dengannya manusia dapat dinilai.
Mukjizat
yang Allah s.w.t turunkan adalah membinasakan Qarun dan menenggelamkan rumahnya
dan hartanya. Qarun keluar untuk menemui kaumnya dengan menampakkan pesona
dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi.
Kami tidak mengetahui apakah itu gempa yang pertama kali terjadi atau itu
adalah gempa yang Allah s.w.t perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita
ketahui adalah bahawa bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan
istana-istana Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua
kekayaannya serta orang dekatnya.
Sebahagian
dongeng mengatakan bahawa itu terjadi di Fuyum, dan danau Qarun adalah yang
dikenal orang-orang Mesir dengan nama ini. Ia adalah tempat yang dihuni oleh
Qarun dan menjadi tempat istananya dan tempat menyimpan hartanya. Alhasil,
Al-Quran al-Karim tidak menentukan tempat datangnya azab ini dan tidak juga
menyebut kapan itu terjadi. Al-Quran hanya menceritakan apa yang terjadi. Tentu
penentuan tempat dan waktu bukan sesuatu yang penting tetapi yang penting
adalah pelajaran yang terjadi itu.
Allah
s.w.t berfirman dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku
aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan
harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang
kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah kamu terlalu
bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan
diri.' Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan.
Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang ada
padaku.' Dan apakah ia tidak mengetahui, bahawasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak
mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa
itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam
kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:
'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada
Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah
orang-orang yang dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala
Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan
tidak diperoleh pahala itu, kecuali orang- orang yang sabar.' Maka Kami
benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu
golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk
orang- orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang
kelmarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai benarlah
Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan
menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar
Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang
yang mengingkari (nikmat Allah).' Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk
orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di (muka)
bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
" (QS. al-Qashash: 76-83)
Orang-orang
dahulu banyak membicarakan ilmu ini yang Qarun mengklaim bahawa ia diberi ilmu
itu. Sebahagian mereka mengatakan bahawa itu adalah ilmu kimia yang dengannya
Qarun mampu mengubah tembaga menjadi emas. Sebahagian lagi mereka mengatakan
bahawa Qarun mengetahui ismullah al-A'zham (nama Allah yang agung) lalu ia
menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu menjadi emas. Tetapi orang-orang
yang berakal dari kalangan orang-orang dahulu membantah hal itu. Menurut
mereka, Qarun tidak mengetahui ismullah al-A'zham. Qarun adalah seorang
munafik. Mereka juga tidak percaya bahawa Qarun dapat membuat racikan kimia.
Kami
kira, ini semua adalah dongengan semata yang tidak layak untuk menjelaskan
sebab-sebab kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah seorang yang lalim di
mana ia melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan boleh jadi ia memanfaatkan
persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan fasiliti-fasiliti dari Fir'aun.
Dan kerana persahabatan itu, ia berani menentang Musa. Qarun melakukan
kejahatan di sana-sini dan kerananya ia mengatakan bahawa harta yang
diperolehnya adalah hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun telah membuat
kebohongan dan kelaliman dan ia mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang
tidak sehat.
Penyimpangan
dari keimanan kepada Allah s.w.t meskipun sehujung rambut pada akhirnya
menyeret manusia kepada sikap kesombongan. Manusia itu akan menentang kebenaran
dan ia tidak mampu lagi mengikuti kebenaran sehingga pada gilirannya sesuatu
yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu yang realistik dan tidak perlu
lagi dipersoalkan. Belum lama Qarun mendapatkan seksa sehingga orang- orang
mukmin yang mengikuti Nabi Musa merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka
merasa tertindas. Orang-orang Mesir dan anak-anak Israil menyaksikan mukjizat
ini.
Akhirnya,
pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini
bahawa Musa sangat mengancam kekuasaannya. Musa - sebagaimana nabi-nabi yang
lain - membawa ajarannya dengan penuh kelembutan tetapi ketika ia berhadapan dengan
puncak kejahatan dan sumber-sumber yang lalim maka ia tidak segan- segan untuk
menghancurkannya. Nabi Musa menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu
Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira
bahawa membunuh Musa adalah cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku
membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, kerana sesungguhnya aku
khuatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerosakan di muka
bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)
Kita
perhatikan bahawa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju
kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha
menyesatkan manusia dengan mengatakan bahawa justru Musa yang ingin menyesatkan
mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para pembesarnya untuk
membiarkannya membunuh Musa. Tentu ia tidak membunuh Musa dengan tangannya
sendiri tetapi ia hanya sekadar melontarkan fikiran untuk membunuhnya di depan
mereka dan yang melaksanakan hal tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira
Haman sangat berperan dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok
orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.
Ide
tersebut hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga
Fir'aun. Ia adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang.
Al-Quran tidak menyebutkan namanya kerana namanya tidak begitu penting dan
begitu juga ia tidak menyebutkan sifatnya kerana sifatnya tidak begitu penting.
Al-Quran hanya menceritakan keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya.
Ia berbicara di tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide untuk
membunuh Musa. Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan
ide itu. Ia berkata bahawa Musa hanya mengatakan bahawa Allah s.w.t adalah
Tuhannya, lalu untuk mendukung penyataannya itu ia membekali dirinya dengan
bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan bahawa ia benar-benar seorang rasul.
Kemudian ada dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahawa
Musa adalah seorang pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang
pembohong maka kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia
tidak melakukan sesuatu yang kerananya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar
lalu kita membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari
keselamatan terhadap azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang
menyembunyikan keimanannya itu berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari
ini kita berada di tempat-tempat kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun
di mana ia memiliki kekayaan dan kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi
padanya. Siapakah yang akan menyelamatkan kita dari azab Allah s.w.t ketika
datang? Siapakah yang dapat menolong kita dari seksaan-Nya jika menimpa kita?
Tindakan melampaui batas kita dan usaha kita untuk membohongkan kebenaran telah
membuat kita rugi."
Perkataan
lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu adalah seseorang
yang tidak begitu menampakkan loyalitinya kepada Fir'aun. Ia bukan dari
kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan motivasi untuk
mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak ada sesuatu yang dapat
menjatuhkan kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan dan tindakan yang melampaui
batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak berdosa.
Dari
sinilah kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup
mempengaruhi Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun
untuk membunuh Musa digagalkan oleh lelaki mukmin itu, namun Fir'aun mengatakan
kata-kata bersejarahnya yang kemudian menjadi contoh dari sikap orang-orang
yang lalim:
"Fir'aun berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa
yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang
benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah
pernyataan para penguasa yang lalim ketika mereka menghadapi masyarakat mereka.
Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai dengan apa yang aku pertimbangkan.
Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia merupakan pendapat yang membimbing
kalian menuju jalan petunjuk, sedangkan pendapat lainnya salah. Oleh kerana
itu, kita harus tetap melawannya dan membinasakannya. Allah s.w.t menceritakan
sikap demikian ini dalam surah Ghafir:
"Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut
Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan membunuh seorang
laki-laki kerana dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia telah
datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia
seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia
seorang yang benar nescaya sebahagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu
akan menimpamu.' Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui
batas lagi pendusta. (Musa berkata): 'Hai kaumku, untukmu lah kerajaan pada
hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari
azab Allah jika azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak
mengemukakan kepadamu, melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada
menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)
Perdebatan
tersebut tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun mengutarakan kata-katanya
tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya, kemudian lelaki mukmin
itu kembali berbicara:
"Dan orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku
khuatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan yang bersekutu.
(Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah
mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat kelaliman terhadap
hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan seksaan
hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke
belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari (azab)
Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, nescaya tidak ada baginya seorang pun
yang akan memberi petunjuk. Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan
membawa keterangan- keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang
apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: 'Allah
tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah
menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang
yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka.
Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang
beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan
sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)
Kita
perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbezaan dengan pembicaraan
sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya
tentang bukti-bukti sejarah. Ia menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya
argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia
memperingatkan mereka agar jangan sampai mengganggu Musa. Sebelum masa mereka,
terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul yang dikirim oleh Allah s.w.t,
lalu Allah s.w.t menghancurkan mereka. Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan
kaum Tsamud. Zaman mereka tidak terlalu jauh dengan zaman sekarang.
Sejarah
Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang dengan
membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya
lalu mereka beriman padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari
mereka. Lalu apa keanehan di balik pengutusan para rasul dari Allah s.w.t?
Sejarah masa lalu harus menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok minoriti
orang- orang mukmin memperoleh kemenangan ketika mereka benar-benar beriman
atas kelompok majoriti yang kafir? Bukankah Allah s.w.t telah menghancurkan
orang- orang kafir? Allah s.w.t menenggelamkan mereka dengan taufan dan Allah
s.w.t menghancurkan mereka dengan kilat atau Allah s.w.t menenggelamkan mereka
dalam bumi. Apa yang kita tunggu sekarang dan dari mana kita tahu bahawa usaha
kita membela Fir'aun mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita semua?
Pembicaraan
lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung beberapa peringatan yang
mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para hadirin bahawa ide membunuh
Musa adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata lain, itu adalah ide yang
tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh kerana itu, ide tersebut hendaklah
ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha untuk menunjukkan kepada
mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang semula menggunakan bahasa
isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa yang terang dan gamblang. Ia
telah berani menampakkan kebenaran:
"Orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku
akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah
negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak
akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa
mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki mahupun perempuan sedang ia dalam
keadaan beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rezeki di
dalamnya tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min: 38-40)
Akhirnya,
keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia diketahui sebagai seorang mukmin
yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya. Pada akhir pembicaraannya, ia
menegaskan:
"Hai
kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu
menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku ketahui padahal aku menyeru kamu
(beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahawa apa
yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan
apa pun baik di dunia mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada
Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni
neraka. Kelak kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan
aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki
mukmin itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira,
Allah s.w.t telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun
melupakan Musa. Konteks Al-Quran menyingkap bahawa lelaki ini merupakan salah
seorang intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan mampu menganalisis serta
memiliki kemampuan untuk menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang
lain sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan akhir dari suatu peristiwa.
Orang
yang beriman itu mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun
tersibukkan dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa untuk
memikirkan Musa. Lelaki mukmin itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia adalah
kerabat dekatnya dan salah seorang pejabat negaranya. Keimanannya terhadap
kebenaran menjadikan istana Fir'aun terbagi menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan
kubu anti Musa. Ini bererti kemenangan yang besar bagi Musa. kerana itu,
membunuh lelaki mukmin itu akan mengganggu atau menggoyangkan keberadaan
cendekiawan Mesir di mana ia adalah salah seorang dari mereka.
Demikianlah,
Fir'aun menghadapi masalah yang rasa-rasanya sulit atau mustahil untuk
terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan memberikan dampak yang baik,
begitu juga membiarkannya hidup juga tidak memberikan dampak yang baik.
Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk menyingkirkannya. Kemudian di
sinilah bimbingan Allah s.w.t diturunkan:
"Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan
Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS.
al-Mu'min: 45)
Untuk
beberapa saat, Fir'aun disibukkan dengan masalah baru ini, tetapi Fir'aun
adalah Fir'aun. Ia tetap memakai busana kesombongannya; ia tetap menyeksa Bani
Israil, menghina mereka dan menodai kehormatan wanita-wanita serta membunuh
anak-anak. Akhirnya, tibalah waktunya bagi Allah s.w.t untuk bersikap keras
kepada keluarga Fir'aun. Allah s.w.t menurunkan bencana kepada mereka dan
menakut-nakuti mereka dengan azab sehingga mereka mengurungkan niat untuk
menghancurkan Musa dan laki-laki mukmin itu, dan sebagai pembuktian atas
kebenaran kenabian Musa. Allah s.w.t menurunkan tahun-tahun yang kering dan
tandus kepada orang-orang Mesir di mana bumi tampak kering kontang dan sungai
Nil pun mengering hingga buah-buahan jarang sekali ditemukan dan harga semakin
mencekik leher. Akibatnya, kelaparan melanda di sana-sini. Dalam keadaan
demikian, orang-orang Mesir menganggap bahawa kehidupan mereka terancam. Adalah
hal yang maklum bahawa seksa yang seperti ini akan selalu menimpa manusia
ketika mereka berpaling dari keimanan dan takwa.
Allah
s.w.t berfirman:
"Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami seksa mereka
disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum
yang lama diperlakukan atas penduduk Mesir kerana dua sebab: pertama, sikap
dingin mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada para tukang
sihir, kedua, sikap dingin mereka terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh
sekali ketika kaum Fir'aun mengembalikan masa paceklik ini dan musibah
kelaparan ini pada suatu sebab yang sangat menghairankan. Mereka mengatakan
bahawa apa yang menimpa mereka kerana kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan
yang melanda mereka, kefakiran, dan kekurangan buah-buahan yang mereka rasakan
saat ini adalah disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah mereka.
Kemudian
kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh dari kebenaran.
Mereka meyakini bahawa sihir Musa adalah yang bertanggungjawab terhadap apa
yang menimpa mereka pada musim paceklik ini. Mereka mengira dengan kebodohan
mereka bahawa kekeringan yang melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau
kekuatan yang digunakan oleh Musa untuk menyihir mereka. Namun perlu
diperhatikan bahawa pemikiran demikian tidak mewakili pemikiran umumnya
masyarakat saat itu, tetapi pemikiran ini datang dan dihembuskan oleh
kelompok-kelompok yang berkuasa. Akhirnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang
lebih keras kepada mereka. Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan
(mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya
mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran,
mereka berkata: 'Ini adalah kerana (usaha) kami.' Dan jika mereka ditimpa
kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang
besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari
Allah, akan tetapi kebanyakan neraka tidak mengetahuinya. Mereka berkata:
'Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami
dengan keterangan itu maka, kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' Maka
Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai
bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum
yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)
Allah
s.w.t mengirimkan berbagai macam azab dengan harapan agar mereka kembali kepada
Allah s.w.t dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan mereka pergi bersama
Musa. Allah s.w.t mengirim taufan kepada mereka. Setelah masa paceklik,
datanglah tahun yang penuh dengan air sehingga bumi pun tenggelam dengan air
sehingga mereka tidak dapat bercucuk tanam. Setelah mereka diseksa dengan
sedikitnya air maka kali ini mereka mendapatkan limpahan air yang luar biasa.
Mereka segera datang kepada Nabi Musa sambil berkata:
"Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka
pun berkata: 'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan
(perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika
kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu
dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu.'" (QS. al-A'raf: 134)
Kemudian
Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka. Air
yang memancar dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang
cukup sehingga layak untuk dibuat bercucuk tanam. Nabi Musa meminta kepada
mereka untuk mewujudkan janji mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil.
Tapi mereka tidak memenuhinya. Kemudian datanglah tanda kebesaran yang lain
yaitu dalam bentuk turunnya belalang. Allah s.w.t mengirim sekawanan belalang
yang memenuhi tanaman dan buah-buahan. Ketika belalang- belalang itu terbang
maka tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan
kerana saking banyaknya belalang- belalang itu. Belalang itu memakan makanan
orang-orang Mesir.
Melihat
keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya agar berdoa
kepada Tuhannya agar menyingkirkan seksaan ini dari mereka dan mereka berjanji
untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi berdoa kepada
Tuhannya sehingga Allah s.w.t menyingkirkan azab itu dari mereka. Dan
belalang-belalang itu kembali ke tempat asalnya. Mereka dapat menanami kembali
bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta kepada mereka untuk melepaskan Bani
Israil namun mereka menunda-nundanya sehingga Nabi Musa mengetahui bahawa
sebenarnya mereka tidak serius untuk memenuhi janji mereka.
Kemudian
datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam hama.
Tersebarlah hama yang membawa penyakit. Lagi- lagi mereka datang kepada Nabi
Musa dan mengulangi janji mereka dan Nabi Musa pun berdoa kepada Allah s.w.t.
Kali ini mereka pun tetap mengingkari janji mereka. Lalu datanglah seksaan
Allah s.w.t yang lain dalam bentuk dikirim-Nya katak di mana bumi dipenuhi
dengan katak. Katak itu melompat-lompat ke sana-sini dan memenuhi makanan
orang- orang Mesir serta berada di rumah mereka sehingga mereka sangat
terganggu dengan kehadiran katak-katak liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi
Musa dan kembali mengulangi janji mereka dan meminta padanya agar ia berdoa
kepada Tuhannya agar Allah s.w.t menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka
pun tetap mengingkari janji mereka.
Selanjutnya,
Allah s.w.t menurunkan azab yang lain yaitu darah di mana sungai Nil berubah
menjadi darah sehingga tidak seorang pun dapat meminumnya. Kita ketahui bahawa
mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu yang biasa terjadi pada tanaman.
Berkurangnya air Nil atau bertambahnya air tersebut atau serangan belalang atau
hama dan katak, semua ini adalah bukan hal baru bagi orang-orang Mesir. Yang
baru adalah kejadian ini terjadi dengan sangat tiba-tiba dan sangat mencekam. Sedangkan
mukjizat atau azab yang lain adalah azab yang tidak biasa terjadi di daerah
Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana air sungai Nil
berubah menjadi darah.
Perubahan
sungai itu menjadi darah hanya terjadi di kalangan orang- orang Mesir sedangkan
Musa dan kaumnya dapat meminum airnya seperti biasanya. Namun ketika seorang
Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan air maka ia akan mendapati bahawa
gelasnya penuh dengan darah. Melihat peristiwa tersebut, orang-orang Mesir
tergoncang sebagaimana istana Fir'aun juga tergoncang melihat seksa yang
mengerikan dan baru ini. Lagi-lagi mereka menuju ke Nabi Musa dan meminta
kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan mereka berjanji pada kali ini untuk
membebaskan orang-orang Bani Israil. Nabi Musa pun berdoa kepada Tuhannya
sehingga azab itu disingkirkan dari orang-orang Mesir. Meski demikian. istana
Fir'aun tidak mengizinkan Musa untuk menemui kaumnya dan pergi bersama mereka.
Lalu bagaimana sikap Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap menunjukkan pembangkangnya
dan kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di tengah-tengah kaumnya bahawa dia
tuhan. Bukankah - kata Fir'aun - dia memiliki kerajaan Mesir dan sungai-sungai
ini mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun memberitahu bahawa Musa adalah
tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang fakir yang tidak mampu
menggunakan satu kalung emas dan satu gelang emas.
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa
mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa
berkata: 'Sesungguhnya aku adalah dari utusan Tuhan seru sekalian alam. Maka
tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan
serta merta mereka mengetawakannya. Dan tidakkah Kami perlihatkan kepada mereka
sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat
sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (kejalan
yang benar). Dan mereka berkata: 'Hai ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk
(melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu;
sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan menjadi orang yang
mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azab itu dari mereka, dengan
serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya
(seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan
(bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak
melihat(nya)?' Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir
tidak dapat dijelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya
gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.'
Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh
kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf:
46-54)
Perhatikanlah
ungkapkan Al-Quran: Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu)
lalu mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara akal mereka, membelenggu
kebebasan mereka, dan menutup masa depan mereka yang cerah. Fir'aun menodai
kemanusiaan mereka sehingga mereka mentaatinya. Bukankah ketaatan ini aneh?
Namun keanehan ini hilang ketika kita mengetahui bahawa mereka adalah orang-
orang yang fasik. Kefasikan menjadikan seseorang tidak peduli dengan masa
depannya dan kepentingannya serta urusannya. Pada akhirnya, ia akan mendapati
kehancuran. Demikianlah yang terjadi pada kaum Fir'aun.
Allah
s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu
Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai
pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian." (QS. az-Zukhruf:
55-56)
Tampak
jelas bahawa Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan
usaha untuk menyeksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka melihat
kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa buruk untuk Fir'aun:
"Musa berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi
kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta kekayaan
dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia)
dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci
matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat seksaan
yang pedih.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu
berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah
sekali-kali mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS.
Yunus: 88-89)
Kemudian
datanglah izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh
kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh. Tidak semua
kaumnya beriman kepadanya. Allah s.w.t berfirman:
"Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda- pemuda
dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahawa Fir'aun dan pemuka-pemuka
kaumnya akan menyeksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu sewenang-wenang di muka
bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas."
(QS. Yunus: 83)
Selesailah
urusan. Allah s.w.t telah menetapkan untuk membuat suatu keputusan hukum
terhadap Fir'aun. Allah s.w.t memerintahkan kepada Musa untuk keluar dan
mengizinkan Bani Israil untuk pergi. Mereka bersiap-bersiap untuk keluar dan
pergi bersama Musa. Mereka membawa perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah
malam kepada mereka. Nabi Musa berjalan bersama mereka dan menyeberangi Laut
Merah dan menuju ke negeri Syam. Sementara itu, utusan Fir'aun dan intelejennya
bergerak. Sampailah berita kepada Fir'aun bahawa Musa telah pergi beserta
kaumnya. Fir'aun mengeluarkan perintahnya di segenap penjuru kota agar pasukan
yang besar berkumpul. Fir'aun menyampaikan alasan yang aneh di balik
pengumpulan tentera itu sebagaimana disampaikan oleh Al-Quran:
"Dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah
kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun
telah naik pitam melihat aksi Musa. "Secara peribadi aku telah marah
padanya. Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka sungguh
banyak. Kalau demikian, ini adalah peperangan." Fir'aun benar-benar
seorang penjahat kelas kakap. Ia tidak berusaha menyembunyikan niatnya di balik
kata-kata besarnya. Misalnya, secara diplomasi ia dapat mengatakan bahawa
keamanan kerajaan terancam atau sistem ekonomi akan hancur jika para pekerja
ini yang digaji dengan sangat murah ini akan keluar. Fir'aun tidak mengatakan
semua itu tetapi ia hanya menyatakan bahawa ia sedang emosi. Nabi Musa
membuatnya naik pitam dan ini sudah cukup untuk mengeluarkan perintah agar para
tentera dikumpulkan. Manusia membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya
setelah membohongkannya. Tiada seorang pun yang menentangnya dan tidak ada
seorang pun yang mempersoalkan sebab kenapa di balik pengumpulan tentera itu.
Akhirnya,
bergeraklah tentera Fir'aun dengan membawa persenjataan yang lengkap dan mereka
berusaha mengejar Nabi Musa. Fir'aun duduk di atas kenderaan perangnya dan
mengawasi tentera di sekitamya sambil tersenyum. Barangkali ia membayangkan,
jika sejak semula ia melakukan itu maka gerak-geri Musa akan dapat
dipatahkannya dan ia dapat membunuhnya. Alhasil, ia sekarang berada di jalan
untuk menangkap Musa dan membunuhnya dan menyelesaikan masalah seluruhnya.
Nabi
Musa berdiri di depan Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahawa debu yang
ditebarkan oleh tentera Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak
panji-panji tentera. Melihat hal itu, kaum Nabi Musa merasakan ketakutan.
Mereka menghadapi situasi sangat sulit dan berbahaya: di depan mereka ada laut
sementara di belakang mereka ada musuh. Mereka tidak memiliki kesempatan sedikit
pun untuk berperang dengan pasukan Fir'aun kerana mereka hanya terdiri dari
wanita-wanita, anak-anak kecil, dan orang-orang lelaki yang tidak bersenjata.
Fir'aun akan menyembelih mereka semuanya.
Tiba-tiba
terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa: "Fir'aun akan menyusul kita dan
menangkap kita." Nabi Musa berusaha menenangkan mereka sambil berkata:
"Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan
membimbingiku." Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa saat
itu atau apa yang difikirkannya. Yang jelas, ia tidak mendapat kepercayaan
seperti ini kecuali setelah Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia memukulkan
tongkatnya ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun memukulkan tongkat yang
dibawanya kepada lautan itu.
Demikianlah
bahawa kehendak Allah s.w.t pasti terlaksana meskipun harus bertentangan dengan
logik manusia. Allah s.w.t ingin menunjukkan mukjizat, kemudian Allah s.w.t
mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya kepada lautan. Pemukulan
tongkat terhadap lautan hanya sekadar sebab yang kemudian diikuti dengan
terbelahnya lautan. Belum sampai Nabi Musa mengangkat tongkatnya sehingga
malaikat Jibril turun ke bumi lalu Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke lautan.
Tiba-tiba laut itu terbelah menjadi dua bahagian: satu bahagian menjadi kering
kontang di mana di sebelah kanannya terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga
terdapat ombak. Nabi Musa bersama kaumnya berjalan sehingga mereka dapat
melewati lautan. Ini adalah mukjizat yang sangat besar. Ombak bergelombang:
meninggi dan menurun sehingga tampak ada tangan tersembunyi yang mencegahnya
agar jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa atau bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah
Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan. Sementara itu, Fir'aun sampai
ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat lautan terdapat jalan kering
yang terbelah menjadi dua. Fir'aun saat itu merasakan ketakutan tetapi
lagi-lagi keras kepalanya dan pembangkangnya tetap menyalakan api peperangan
sehingga ia menyuruh pasukannya untuk maju. Ketika Musa selesai menyeberangi
lautan, ia menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan dengan tongkatnya sehingga
kembali sebagaimana mestinya, tetapi Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia
membiarkan lautan seperti semula. Seandainya ia memukulkan tongkatnya kepada
lautan dan laut itu kembali seperti semula nescaya Nabi Musa akan selamat dan
Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah s.w.t telah berkehendak untuk
menenggelamkan Fir'aun. Oleh kerana itu, Musa diperintahkan untuk membiarkan
lautan seperti semula. Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dan biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah
tentera yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 24)
Fir'aun
bersama tenteranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia
akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepada
Jibril. Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan
menenggelamkannya beserta tenteranya. Fir'aun dan tenteranya tenggelam.
Pembangkang telah tenggelam sedangkan keimanan kepada Allah s.w.t telah
selamat.
Ketika
tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sedar dan tabir telah
terkuak di depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyedari
bahawa Musa adalah seorang yang benar dan ia telah menyia-nyiakan dirinya
dengan menentangnya dan berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan
keimanannya.
"Hingga bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya
percaya bahawa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani
Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'"
(QS. Yunus: 90)
Taubat
Fir'aun tidak berguna dan tidak diterima; taubat yang justru disampaikan ketika
ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian. Jibril berkata kepadanya:
"Apakah
sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah derhaka sejak
dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerosakan." (QS. Yunus:
91)
Yakni,
tidak ada taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan engkau
telah binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan bagimu. Yang
selamat hanyalah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi
sehingga tubuhmu sebagai bukti kebesaran Allah s.w.t bagi orang-orang yang
hidup sesudahmu:
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat
menjadi peringatan bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS.
Yunus: 92)
Apa
yang terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai
pelajaran bagi hamba-hamba Allah s.w.t.
Allah
s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami
beriman hepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan- sembahan yang telah
kami persekutukan dengan Allah.'" (QS. al- Mu'min: 84)
Allah
s.w.t menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam
hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), kerana sesungguhnya kamu
sekalian akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan
(tenteranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani
Israil) benar-benar golongan kecil-kecil, dan sesungguhnya mereka membuat
hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita benar-benar
golongan yang selalu berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya
dari taman-taman dan mata air, dan (dari) perbendaharaan dan kedudukan yang
mulia, demikianlah halnya dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani
Israil. Maka Fir'aun dan bala tenteranya dapat menyusuli mereka di waktu
matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah
pengikut- pengikut Musa: 'Sesungguhnya kita benar-benar akan disusul.' Musa
menjawab: 'Sekali-kali kita tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku
besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.' Dan di sanalah Kami
dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang
besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukji-
zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang." (QS.
asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah
kejahatan dan kelaliman Fir'aun. Ombak lautan menggiring tubuhnya ke tepi. Kami
tidak mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang menggiring tubuh seseorang yang
mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang tidak ada seorang pun yang berani
menentangnya. Diduga kuat bahawa ombak menggiring jasadnya ke tepi barat lalu
orang-orang Mesir melihatnya dan mengetahui bahawa tuhan mereka yang mereka
sembah, yang mereka taati adalah sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan
kematian dari lehernya.
Setelah
itu, orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Quran al-Karim
tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rejim
Fir'aun dan setelah tenteranya tenggelam; Al-Quran tidak menceritakan kepada
kita bagaimana reaksi mereka setelah Allah s.w.t menghancurkan apa yang
diperbuat oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Quran tidak
menyinggung semua itu; Al-Quran justru memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan
bagaimana peristiwa yang dialami Bani Israil bersama kedua nabi itu.
Fir'aun
Mesir telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani
Israil. Meskipun ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa
orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk menghilangkan
pengaruh kehinaan yang sekian lama atau sekian tahun tertanam dalam jiwa dan
kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun telah menanamkan pada jiwa Bani Israil
sesuatu yang akan kita ketahui dari ayat-ayat Al-Quran. Fir'aun telah
membiasakan mereka untuk mendapatkan kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa
mereka dari dalam. Fir'aun telah merosak suasana rohani mereka yang bersih.
Fir'aun telah merosak fitrah mereka sehingga mereka menyeksa Musa dan menyakiti
Musa dengan sikap penentangan dan kebodohan.
Mukjizat
pembelahan lautan masih segar di fikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah
masih membekas dan masih terdapat dalam sandal- sandal Bani Israil ketika
mereka lewat di depan kaum yang menyembah berhala. Seharusnya mereka
menampakkan kemarahan mereka atas kelaliman terhadap akal, dan mereka memuji
kepada Allah s.w.t kerana mereka mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan
kebenaran. Tetapi mereka justru menoleh kepada Musa dan meminta kepadanya agar
menjadikan tuhan lain bagi mereka yang dapat mereka sembah seperti orang-orang
itu. Mereka merasa cemburu ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala
itu dan mereka pun menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan
kepada hari-hari syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun.
Nabi Musa mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka
setelah mereka sampai pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani
Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala)
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawab:
'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).'
Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan
batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawab: 'Patutkah aku mencari
Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah
melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami
menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab
yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan
hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cubaan yang besar dari
Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)
Musa
berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat
pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya terdapat
makanan dan air. Kemudian rahmat Allah s.w.t turun kepada mereka di mana mereka
mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah
makanan yang rasanya mendekati manis dan ia dihasilkan oleh sebahagian
pohon-pohon yang berbuah di mana angin membawa kepada mereka rasa demikian ini
dari daun-daun pohon. Allah s.w.t juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu salah
satu burung yang bernama as-Saman.
Ketika
mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis air pun
maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga batu itu
memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka
Allah s.w.t mengirim air tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka
mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi
jiwa mereka yang sakit tidak dapat menyedarkan mereka untuk mensyukuri
nikmat-nikmat ini. Mereka justru mendebat Nabi Musa dan mengatakan bahawa
mereka bosan dengan makanan ini dan mereka ingin memiliki bawang merah dan
bawang putih serta kacang-kacangan. Semua makanan ini adalah makanan
tradisional Mesir. Bani Israil meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada
Allah s.w.t dan mengeluarkan dari bumi makanan- makanan ini. Nabi Musa melihat
bahawa mereka menganiaya diri mereka sendiri, dan Nabi Musa menyedari betapa
mereka merindukan kehinaan mereka saat mereka bersama Fir'aun. Mereka berani
menolak makanan- makanan yang baik dan makanan-makanan yang mulia, dan sebagai
gantinya, mereka malah menginginkan makanan-makanan yang rendah mutunya. Allah
s.w.t berfirman:
"Dan ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar
(tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami
kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi,
yaitu: 'Sayur-sayuran, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang
merahnya.' Musa berkata: 'Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai
pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh
apa yang kamu minta.' Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan,
serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) kerana mereka
selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak
dibenarkan. Demikianlah itu (terjadi) kerana mereka selalu berbuat derhaka dan
melampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi
Musa berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan
kaumnya untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta
berusaha menguasai tempat itu. Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada
mereka setelah mereka menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah s.w.t serta
hal-hal yang luar biasa. Telah datang saat ujian kepada mereka untuk berperang
- kerana mereka sebagai orang-orang mukmin - melawan kaum penyembah
berhala. Namun kaum Nabi Musa menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa
berusaha menyedarkan mereka dengan menceritakan bagaimana nikmat Allah s.w.t
yang turun kepada mereka; bagaimana Allah s.w.t menjadikan di tengah-tengah
mereka para nabi dan menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan
Fir'aun; dan bagaimana mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak
dapat didapatkan oleh seseorang pun di dalam dunia.
Kaum
Nabi Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahawa di dalamnya terdapat
kaum yang perkasa dan mereka tidak akan masuk ke tanah suci sehingga
orang-orang yang kuat itu keluar darinya. Kitab-kitab kuno mengatakan bahawa
mereka keluar dalam jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa tidak dapat mendapatkan
seseorang pun di antara mereka yang siap melakukan peperangan kecuali dua
orang. Kedua orang ini berusaha untuk menyedarkan kaum agar mereka memasuki
tanah suci itu dan berperang. Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya
sekadar kalian memasuki pintu darinya maka kalian akan mendapatkan
kemenangan." Tetapi Bani Israil menampakkan ketakutan dan tubuh mereka
tampak gementar.
Pada
kali yang lain - sesuai dengan tabiat mereka - mereka merindukan menyembah
berhala ketika melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka telah rosak dan
mereka telah kalah dari dalam diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan
kehinaan sehingga mereka tidak mampu berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka
mampu untuk bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum
Nabi Musa berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:
"Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Mereka
mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu.
Nabi Musa mengetahui bahawa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah
mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk
mengubatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali kepada Tuhannya dan
memberitahu-Nya bahawa ia tidak memiliki sesuatu pun kecuali dirinya dan
saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar Allah s.w.t memisahkan
antara dirinya dan mereka. Allah s.w.t menurunkan keputusan-Nya kepada generasi
ini yang telah rosak fitrahnya. Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan
selama empat puluh tahun sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia
senja dan kemudian akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rosak
jiwanya dan mereka akan dapat berperang dan memperoleh kemenangan.
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan
dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikannya kepadamu apa yang
belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun di antara umat-umat yang lain.'
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah
bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (kerana takut kepada musuh) maka
kamu menjadi orang-orang yang rugi. Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di
dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali
tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar
darinya, pasti kami akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara
orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas
keduanya: 'Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila
kamu memasukinya nescaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah
kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.' Mereka berkata:
'Hai Musa, kami sekali-kali tidak memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada
di dalamnya, kerana itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu
berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya
Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah
antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika
demikian), maha sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat
puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi
(padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib)
orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah
hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang tertutup. Mereka memulai dari
tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil, mereka berjalan tanpa tujuan
sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki daratan di daerah Saina'.
Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau bertemu di dalamnya untuk pertama
kalinya dengan kalimat- kalimat Allah s.w.t. Bani Israil turun dari at-Thur,
dan Nabi Musa mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya
berdialog dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia
menjadikan saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun
diangkatnya sebagai wakilnya yang bertanggungjawab untuk mengurus kaumnya. Dan
Musa pun pergi menuju Tuhannya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan telah Kami jadikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah
berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang telah ditentukan Tuhannya
empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: 'Gantikanlah
aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti
jalan orang-orang yang membuat kerosakan'" (QS. al-A'raf: 142)
Orang-orang
dahulu mengatakan bahawa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh hari sepanjang
malam dan siang tanpa mencecah makanan sedikit pun kemudian Nabi Musa tidak
ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara mulutnya dalam keadaan seperti
mulut orang yang berpuasa. Lalu beliau memakan sedikit dari tanaman bumi dan
beliau mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya: "Mengapa engkau
berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara
denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik baunya." Allah s.w.t menjawab:
"Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa bahawa mulut orang yang berpuasa di
sisi-Ku lebih baik daripada bau misik. Kembalilah engkau berpuasa selama
sepuluh hari kemudian datanglah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan perintah-Nya.
Kami
tidak mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh
malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui bahawa Allah s.w.t menambah
sepuluh hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya
sepuluh wasiat:
1. Perintah untuk hanya menyembah kepada Allah s.w.t dan
tidak menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah
s.w.t.
3. Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan
pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.
4. Perintah untuk menghormati ayah dan ibu.
5. menyedari bahawa Allah s.w.t yang dapat
memberi dan membagi.
6. Janganlah engkau membunuh.
7. Janganlah engkau berzina.
8. Janganlah engkau mencuri.
9. Janganlah memberikan kesaksian yang palsu.
10. Jangan engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah
temanmu atau Isterinya atau budaknya atau sapinya atau keledainya.
Para
ulama salaf mengatakan bahawa kandungan sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam
dua ayat dalam Al-Quran, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu kerana takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada
mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang
tampak di antaranya mahupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar.' Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu
memahaminya. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan
dengan kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku
adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. " (QS.
al-An'am: 151- 152)
Allah
s.w.t menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk
menemui janji dengan Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam
bermaksud untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah s.w.t berdialog
dengannya, maka Musa merasakan cinta yang semakin bergelora kepada Tuhannya.
Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada di hati Musa ketika ia meminta
kepada Tuhannya agar dapat melihatnya. Seringkali cinta yang ada di dalam manusia
mendorong dirinya untuk meminta sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana bayangan
Anda terhadap cinta yang berhubungan dengan cinta kepada Allah s.w.t. Ia adalah
hakikat cinta. Kedalaman perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan kecintaannya
kepada sang Pencipta, semua ini mendorongnya untuk meminta kepada Allah s.w.t
agar dapat melihatnya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu
yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa: 'Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku
dapat melihat kepada Engkau.'" (QS. al- A'raf: 143)
Demikianlah
dorongan cinta dari para pencinta sejati. Musa bertanya dan meminta kepada
Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah s.w.t menjawabnya:
"Tuhan berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku."
(QS. al-A'raf: 143)
Seandainya
Allah s.w.t hanya mengatakan demikian maka ini pun sebagai bentuk keadilan
dari-Nya, tetapi keadaan di sini adalah keadaan cinta Ilahi dari Musa. Dorongan
cinta yang dibalas dengan dorongan cinta. Demikianlah Nabi Musa mendapatkan
rahmat dari Tuhannya. Allah s.w.t memberitahunya bahawa ia tidak akan mampu
melihat-Nya kerana tak satu pun dari makhluk yang tidak dapat "menangkap
cahaya" dari Allah s.w.t. Allah s.w.t memerintahkannya agar melihat
gunung, dan jika gunung itu masih menetap di tempatnya maka ia akan dapat
melihat Tuhannya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Tetapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya
(sebagai sediakala) nescaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan
diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh
pengsan. (QS. al-A'raf: 143)
Tiada
seorang pun yang dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa
mengetahui hakikat ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut
(kematian) atau al-Ighma' (keadaan tidak sedarkan diri atau pengsan). Kami
tidak mengetahui bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia kehilangan
kehidupannya atau kesedarannya.
"Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau,
aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'"
(QS. al-A'raf: 143)
Para
mufasir klasik cukup serius meneliti dan memperbincangkan ayat- ayat ini.
Misalnya, mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah s.w.t
agar dapat melihat-Nya, padahal ia tahu bahawa itu adalah hal yang tidak
mungkin atau mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal itu dan saling adu
argumentasi. Mu'tazilah memiliki pendapat yang lain dan Ahlusunah pun memiliki
pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan semuanya berkisar pada: bagaimana
seorang nabi tidak mengetahui - padahal ia adalah makhluk Allah s.w.t yang
paling dekat dengan-Nya - bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang
sangat mustahil?
Kami
kira bahawa sikap Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan kedalaman
dari hatinya, yang ini merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah yang dilalui
oleh Nabi Musa. Kita sekarang berada di hadapan puncak cinta kepada Allah
s.w.t. Dan seorang pencinta tidak menginginkan selain melihat "wajah"
kekasihnya. Menurut logik akal bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang
mustahil, tetapi kapan cinta pernah peduli dengan logik itu. Nabi Musa
terdorong untuk mendapatkan pengalaman baru yaitu suatu pengalaman yang
kayaknya ia sengaja melakukannya untuk mewakili kita semua. Nabi Musa nekad dan
mendorong kita untuk meminta. Ia lebih dahulu merasakan keadaan tidak sedarkan
diri dan ia telah membuktikan kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya
yang suci bahawa tak seorang pun dapat "menangkap" cahaya Allah
s.w.t. Nabi Musa dalam keadaan tak sedarkan diri lalu ketika bangun ia
memuja-muja Allah s.w.t dan bertaubat serta meminta ampun kepadaNya:
"Dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau.'"
(QS. al-A'raf: 143)
Mengapa
Nabi Musa bertaubat? Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan cinta
yang besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia menyedari itu
adalah mustahil. Ini adalah tafsiran yang memuaskan yang didukung oleh konteks
ayat-ayat tersebut. Perhatikanlah ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah s.w.t dan
bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari berbagai
macam nikmat. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia
yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung
dengan-Ku. Sebab itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu
dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan telah Kami tuliskan
untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan
penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): 'Berpeganglah kepadanya
dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan
sebaik-baiknya.'" (QS. al-A'raf: 144-145)
Ahli
tafsir memperhatikan firman Allah s.w.t kepada Musa: "Sesungguhnya Aku
memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa
risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."
Kemudian
dilakukanlah perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan
bahawa pemilihan ini dikhususkan hanya kepadanya dan di zamannya saja, dan
tidak berlaku di zaman sebelumnya kerana ada Nabi Ibrahim di zaman itu,
sedangkan Nabi Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa. Begitu juga pemilihan ini
tidak berlaku pada zaman setelahnya kerana ada Nabi Muhammad bin Abdullah saw
dan ia lebih baik dari mereka berdua.
Kami
ingin menghindari perdebatan ini, bukan kerana kami percaya bahawa semua nabi
sama. Memang Allah s.w.t memberitahu kita bahawa Dia mengutamakan sebahagian
nabi atau sebahagian yang lain dan mengangkat darjat sebahagian mereka atau
sebahagian yang lain, tetapi pengutamaan ini adalah hal yang tidak boleh kita
sentuh. Hendaklah kita beriman kepada seluruh nabi dan kita harus menunjukkan
penghormatan kita kepada mereka semua. Adalah bukan hal yang sopan jika kita
mencuba membanding-bandingkan di antara para nabi. Yang utama adalah, hendaklah
kita meyakini dan mengimani mereka semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa
dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah
dan jengkel. Di alam wujud tidak ada seorang manusia yang memiliki kelembutan
dan kerelaan hati yang begitu besar seperti Nabi Musa, tetapi ia diberitahu
oleh Tuhannya bahawa kaumnya telah menyimpang dari jalannya. Oleh kerana itu,
ia kembali dalam keadaan marah dan jengkel kepada mereka. Allah s.w.t
berfirman:
"Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata
Musa: 'Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya
Tuhanku, agar supaya Engkau redha (kepadaku). Allah berfirman: 'Maka
sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka
telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah
dan bersedih hati. " (QS. Thaha: 83-86)
Musa
turun dari gunung dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan
jengkel. Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang membakar Nabi Musa saat
ia mengayunkan langkahnya menuju kaumnya. Betapa tidak, belum lama Nabi Musa
meninggalkan kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui
Samiri. Fitnah ini adalah, bahawa Bani Israil - ketika keluar dari Mesir
- membawa banyak dari harta perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka. Mereka
mengambilnya untuk mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka. Kemudian
mereka selamat kerana mukjizat pembelahan lautan di mana lautan menenggelamkan
Fir'aun dan tenteranya sehingga harta mereka yang berupa emas dimiliki oleh
Bani Israil.
Harun
mengetahui bahawa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari
mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya kerana saat
ini mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga
tidak bermanfaat bagi mereka emas- emas itu. Harun, saudara kandung Musa,
menggali tanah dan meletakkan emas-emas itu lalu menimbunkan di atasnya tanah.
Samiri melihat apa yang dilakukan oleh Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya
dan membuat sebuah patung sapi yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang
Mesir. Samiri adalah seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi
yang menarik di mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk
darinya udara dari celah bahagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya. Samiri
membuat suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.
Konon,
rahsia kehebatan sapi ini adalah kerana Samiri telah mengambil segenggam tanah
yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan
laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa.
Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan
(Jibril) dan meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi.
Jibril as tidak berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup.
Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka
anak sapi itu dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah
kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahawa jika tanah ditambahkan ke emas dan
melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas
(lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahawa Samiri menggunakan tanah
itu seperti tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bahagian dalam dari
anak sapi di mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara.
Setelah
itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya.
Mereka bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab:
"Ini adalah tuhan kalian dan tuhan Musa." Mereka berkata:
"Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?" Samiri menjawab: "Musa
telah lupa ia pergi untuk menemui tuhannya di sana, padahal sebenarnya tuhannya
ada di sini." Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini.
Barangkali
pembaca akan merasa hairan terhadap fitnah ini. Bagaimana akal kaum itu dapat
tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah mereka telah menyaksikan
mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah menyembah berhala?
Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat keadaan kejiwaan kaum yang
menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik di Mesir pada saat mereka
menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka terdidik di
bawah kehinaan dan perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah
mereka menjadi tercemar. Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah s.w.t
tetapi mukjizat itu berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini
tidak mampu memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka masih saja
dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para penyembah
berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh kerana itu, mereka
menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab,
setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu
kaum yang menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi Musa agar menjadikan
tuhan bagi mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.
Jadi,
masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah
berhala bererti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri
adalah, ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala. Kemudian Samiri
memilih agar anak sapi yang diciptakannya berbentuk emas kerana ia mengetahui
bahawa umumnya Bani Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah
yang ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul
ketika mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi
menjadi dua kelompok: minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini
adalah tipu daya dan kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari
Harun dan tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun
berdiri di tengah- tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata
kepada mereka: "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah
(godaan). Samiri telah memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak
sapi itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka
ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha: 90)
Para
penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang- orang yang bodoh itu
tidak mahu lagi menerima nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan
menceritakan kembali kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah s.w.t
dapat menyelamatkan mereka, dan bagaimana Allah s.w.t memuliakan dan menjaga
mereka. Tetapi mereka menutup telinga dan menolak segala nasihatnya. Mereka
justru melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahawa
Harun lebih lemah daripada Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun
khuatir jika ia menggunakan kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang
mereka sembah, maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta
perang saudara. Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan
Musa. Harun mengetahui bahawa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi
fitnah ini tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus
menari di sekitar anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya -
adalah penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di
sekeliling berhala.
Al-Qurthubi
dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan oleh
Samiri. Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar at-Thurthusi ditanya: "Apa
yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang kelompok lelaki yang
memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad saw. Sebahagian mereka menari-nari
sehingga pengsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan memakannya. Apakah hadir
bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami fatwa, mudah-mudahan engkau
diberi pahala." Qurthubi menjawab pertanyaan ini dengan menukil penjelasan
gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang
menari-nari yang dipraktikkan oleh sebahagian aliran sufi untuk mengekspresikan
zikir) berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia. Islam
hanya berdasarkan Kitab Allah s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik tari-tarian
seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut
Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan mereka. Mereka
menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama kekufuran dan
penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi
saw duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat
burung, kerana saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan
wakilnya mencegah orang-orang itu untuk hadir di masjid dan selainnya. Dan
tidak diperkenankan bagi seorang pun yang beriman kepada Allah s.w.t dan hari
kemudian untuk hadir bersama orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka.
Ini adalah pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan
lain-lain dari para imam kaum Muslim.
Demikianlah
pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda dapat
membayangkan sejauh mana kecemerlangan fikirannya dan sejauh mana ketakwaannya.
Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi Musa turun dari gunung
untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar teriakan kaum saat mereka
menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti ketika melihat Nabi Musa
muncul di depan mereka. Dan tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Nabi Musa
berteriak dan berkata:
"Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan
sedih hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan
sesudah kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa
berjalan menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di
atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa memegang Harun dari
rambut kepalanya sampai rambut janggutnya sambil berkata:
"Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka
telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah
(sengaja) menderhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)
Musa
bertanya, "Apakah Harun tidak mentaati perintahnya, bagaimana ia
mendiamkan fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan
mereka serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia tetap diam dan
tidak berusaha melawan mereka, bukankah orang yang diam atau membiarkan suatu
kesalahan itu bertanda bahawa ia merestuinya atau bahagian dari kesalahan
itu?" Keheningan semakin meningkat ketika gelora api kemarahan Musa
semakin membara. Harun berbicara kepada Musa dan meminta kepadanya untuk
melepaskan kepalanya dan janggutnya kerana mereka berdua berasal dari ibu yang
satu. Harun mengingatkan Musa akan kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan
melalui ayah agar hal itu lebih dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab: 'Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku
dan jangan (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun
memberi pengertian kepada Musa bahawa ia sama sekali tidak bermaksud menentang
perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan sikap merestui penyembahan anak sapi,
tetapi ia khuatir jika ia meninggalkan mereka dan pergi lalu Musa bertanya
kepadanya, mengapa ia tidak tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang
bertanggungjawab kepada mereka justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia
juga khuatir jika ia memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan
di antara mereka. Lalu Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin
perpecahan di antara mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya Musa:
NABI MUSA a.s. DENGAN 'AUJ
BIN UNUQ
'Auj bin Unuq adalah manusia yang berumur sehingga 4,500 tahun.
Tinggi tubuh badannya di waktu berdiri adalah seperti ketinggian air yang dapat
menenggelamkan negeri pada zaman Nabi Nuh a.s. Ketinggian air tersebut tidak
dapat melebihi lututnya. Ada yang mengatakan bahawa dia tinggal di gunung.
Apabila dia merasa lapar, dia akan menghulurkan tangannya ke dasar laut untuk
menangkap ikan kemudian memanggangnya dengan panas matahari. Apabila dia marah
atas sesebuah negeri, maka dia akan mengencingi negeri tersebut hinggalah
penduduk negeri itu tenggelam di dalam air kencingnya.
Apabila Nabi Musa bersama kaumnya tersesat di kebun teh, maka
'Auj bermaksud untuk membinasakan Nabi Musa bersama kaumnya itu. Kemudian 'Auj
datang untuk memeriksa tempat kediaman askar Nabi Musa a.s., maka dia mendapati
beberapa tempat kediaman askar Nabi Musa itu tidak jauh dari tempatnya.
Kemudian dia mencabut gunung-gunung yang ada di sekitarnya dan diletakkan di
atas kepalanya supaya mudah untuk dicampakkan kepada askar-askar Nabi Musa a.s.
Sebelum sempat 'Auj mencampakkan gunung-gunung yang dijunjung di
atas kepalanya kepada askar-askar Nabi Musa a.s, Allah telah mengutuskan burung
hud-hud dengan membawa batu berlian dan meletakkannya di atas gunung yang
dijunjung oleh 'Auj. Dengan kekuasaan Allah, berlian tersebut menembusi gunung
yang dijunjung oleh 'Auj sehinggalah sampai ke tengkuknya. 'Auj tidak sanggup
menghilangkan berlian itu, akhirnya 'Auj binasa disebabkan batu berlian itu.
Dikatakan bahawa ketinggian Nabi Musa a.s adalah empat puluh
hasta dan panjang tongkatnya juga empat puluh hasta dan memukulkan tongkatnya
kepada 'Auj tepat mengenai mata dan kakinya. Ketika itu jatuhlah 'Auj dengan
kehendak Allah S.W.T dan akhirnya tidak dapat lari daripada kematian sekalipun
badannya tinggi serta memiliki kekuatan yang hebat.
NABI MUSA a.s. BERMUNAJAT
DENGAN ALLAH
Menurut riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi
Musa berada di Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka
sebuah kitab suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi
bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan bermuamalah
dengan sesama manusia dan bagaimana mereka harus melakukan persembahan dan
ibadah mereka kepada Allah. Di dalam kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk
akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan yang baik yang diredhai oleh Allah
di samping perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan
murkanya Tuhan.
Maka setelah perjuangan menghadapi Fir'aun dan kaumnya yang telah
tenggelam binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar
diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada
kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia berpuasa selama
tiga puluh hari penuh, iaitu semasa bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit
Thur Sina di mana ia akan diberi kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta
menerima kitab penuntun yang diminta.
Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia
harus menghadap kepada Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan
akan bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap
akibat puasanya. Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam
usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang datang
kepadanya atas perintah Allah. Berkatalah malaikat itu kepadanya: "Hai
Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau
mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut
orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih sedap dan lebih wangi dari
baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah memerintahkan kepadamu
berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga menjadi lengkaplah masa puasamu
sepanjang empat puluh hari."
Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih di
antara pengikutnya untuk menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi
Harun sebagai wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama
kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri
di bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan
ketika ia ditanya oleh Allah: "Mengapa engkau datang seorang diri
mendahului kaummu, hai Musa?" Ia menjawab: "Mereka sedang
menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu
untuk mencapai redha-Mu."
Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: "Wahai
Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu"
Allah berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku,
tetapi cubalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya
sebagaimana sedia kala, maka nescaya engkau akan dapat melihat-Ku." Lalu
menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan
itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi
tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh
tubuhnya dan jatuh pengsan. Setelah ia sedar kembali dari pengsannya, bertasbih
dan bertahmidlah ia seraya memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu
dan berkata: "Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan
terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang yang pertama beriman
kepada-Mu."
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi
Musa kitab suci "Taurat" berupa kepingan-kepingan batu-batu atau
kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala
sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada
jalan yang diredhai oleh Allah.
Allah mengiring pemberian "Taurat" kepada Musa dengan
firman-Nya: "Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih
dari manusia-manusia yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan
menyampaikan kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan
dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala
kurnia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku tuturkan kepadamu.
Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun tuntunan dan pengajaran yang
akan membawa Bani Isra'il ke jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa
kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra'il agar
mematuhi perintah-perintah- Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di
tempat-tempat orang- orang yang fasiq."
Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah
"Thaha" ayat 83 dan 84 dan surah "Al-a'raaf" ayat 142
sehingga ayat 145 sebagaimana berikut :~
"83~ Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu,
hai Musa?" 84~ Berkata Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan
aku bersegera kepadamu ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha kepadaku." {
Thaha : 83 ~ 84 }
"142~ Dan Kami telah janjikan kepada Musa {memberikan
Taurat} sesudah berlalu waktu tiga puluh malam dan Kami sempurnakan jumlah
malam itu dengan sepuluh {malam lagi}, maka sempurnalah waktu yang telah
ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya,
iaitu Harun: "Gantilah aku dalam {memimpin} kaumku dan perbaikilah dan
janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerosakan". 143~
Dan tatkala Musa datang untuk {munajat} dengan {Kami} pada waktu yang telah
Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman {langsung} kepadanya, berkatalah Musa:
"Ya Tuhanku nampakkanlah {Zat Engkau} kepadaku agar aku dapat melihat
kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sesekali tidak sanggup
melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya
{sebagai sediakala} nescaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya
nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan
Musa pun jatuh pengsan. Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata:
"Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama
beriman." 144~ Allah berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku memilih
kamu lebih dari manusia yang lain {di masamu} untuk membawa risalah-Ku dan
untuk berbicara langsung dengan-Ku sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang
Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur." 145~ Dan Kami telah tuliskan untuk Musa luluh {Taurat} segala
sesuatu sebagai pengajaran bagi sesuatu. Maka Kami berfirman:
"Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada
{perintah-perintahnya} yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan
kepadamu negeri orang- orang yang fasiq." { Al-A'raaf: 142 ~ 145 }
JANGGUT NABI HARUN a.s.
BERWARNA DUA
Nabi
Musa Alaihisalam telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wataala supaya pergi
ke bukit Sina untuk menerima wahyu. Semasa pemergian Nabi Musa, segala urusan
telah diserahkan kepada saudaranya Nabi Harun a.s. Pemergian Nabi Musa
mengambil masa selama 40 hari dan 40 malam.
Ketiadaan
Nabi Musa a.s telah mengembirakan seorang musuh dalam selimut bernama Samiri.
Dia telah memunafaat masa ini untuk menyesatkan kaum Nabi Musa yang selama ini
telah bersusah payah membentuk dan memberi keimanan kepada mereka. Sewaktu Nabi
Musa menyeberangi Laut Merah setelah pulang dari Mesir, kaki kuda yang
ditunggangi oleh Nabi Musa telah tenggelam dalam pasir di tengah lautan yang
kering itu. Dengan segala usaha yang dilakukan oleh Nabi Musa, kuda yang
ditungganginya tetap tidak mahu meneruskan perjalanan untuk menyeberangi Laut
Merah.
Kerana
itu Allah telah mengutuskan malaikat Jibrail dengan menunggang kuda betina.
Melihat lawan sejenisnya kuda yang ditunggangi oleh Nabi Musa telah mengejar
kuda yang ditunggangi oleh Malaikat Jibrail. Samiri yang ikut serta dalam
rombongan tersebut telah mengambil segenggam pasir bekas tapak kaki kuda yang
ditunggangi oleh Jibrail dan disimpannya untuk dijadikan azimat.
Apabila
tiba masa yang sesuai iaitu semasa Nabi Musa bersunyi di Bukit Sina, Samiri
membuat patung seekor lembu daripada emas murni. Setelah siap, patung itu
diisinya dengan pasir yang di ambil dari bekas tapak kaki kuda Jibrail. Dalam
waktu yang singkat sahaja patung lembu tersebut dapat mengeluarkan suara.
Melihat keadaan tersebut, umat Nabi Musa datang berduyun-duyun kepada Samiri.
Samiri memimpin mereka menyembah patung lembu yang menakjubkan itu.
Nabi
Harun sangat marah setelah melihat umatnya menyembah berhala, lalu berusaha
mencegah umatnya daripada terus syirik kepada Allah bahkan umatnya mengancam
Nabi Harun untuk membunuhnya jika Nabi Harun terus melarang mereka menyembah
patung lembu tersebut. Nabi Harun tidak dapat berbuat apa-apa untuk melarang
mereka daripada terus menyembah patung tersebut. Setelah kembali daripada Bukit
Sina, Nabi Musa sangat marah kerana melihat umatnya telah murtad.
Nabi
Harun telah di persalahkan dalam hal ini. Dalam keadaan marah yang tidak dapat
dikawal Nabi Musa telah menarik janggut Nabi Harun menyebabkan janggut yang
dipegang oleh Nabi Musa telah bertukar menjadi putih manakala janggut yang
tidak terkena tangan Nabi Musa kekal berwarna hitam. Sejak itu janggut Nabi
Harun mempunyai dua warna iaitu putih dan hitam.
KISAH NABI KHIDIR a.s.
Salah satu kisah Al-Quran yang sangat mengagumkan dan dipenuhi
dengan misteri adalah, kisah seseorang hamba yang Allah s.w.t memberinya rahmat
dari sisi-Nya dan mengajarinya ilmu. Kisah tersebut terdapat dalam surah
al-Kahfi di mana ayat-ayatnya dimulai dengan cerita Nabi Musa, yaitu:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya:
'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah
lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun." (QS. al-Kahfi:
60)
Kalimat yang samar menunjukkan bahawa Musa telah bertekad untuk
meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu
mencapai majma' al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan). Di sana terdapat suatu
perjanjian penting yang dinanti-nanti oleh Musa ketika beliau sampai di majma'
al-Bahrain. Anda dapat merenungkan betapa tempat itu sangat misteri dan samar.
Para musafir telah merasakan keletihan dalam waktu yang lama untuk mengetahui
hakikat tempat ini. Ada yang mengatakan bahawa tempat itu adalah laut Persia
dan Romawi. Ada yang mengatakan lagi bahawa itu adalah laut Jordania atau
Kulzum. Ada yang mengatakan juga bahawa itu berada di Thanjah. Ada yang
berpendapat, itu terletak di Afrika. Ada lagi yang mengatakan bahawa itu adalah
laut Andalus. Tetapi mereka tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat dari
tempat-tempat itu.
Seandainya tempat itu harus disebutkan nescaya Allah s.w.t akan
rnenyebutkannya. Namun Al-Quran al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu,
sebagaimana Al-Quran tidak menyebutkan kapan itu terjadi. Begitu juga, Al-Quran
tidak menyebutkan nama-nama orang-orang yang terdapat dalam kisah itu kerana
adanya hikmah yang tinggi yang kita tidak mengetahuinya. Kisah tersebut
berhubungan dengan suatu ilmu yang tidak kita miliki, kerana biasanya ilmu yang
kita kuasai berkaitan dengan sebab-sebab tertentu. Dan tidak juga ia berkaitan
dengan ilmu para nabi kerana biasanya ilmu para nabi berdasarkan wahyu. Kita
sekarang berhadapan dengan suatu ilmu dari suatu hakikat yang samar; ilmu yang
berkaitan dengan takdir yang sangat tinggi; ilmu yang dipenuhi dengan rangkaian
tabir yang tebal.
Di samping itu, tempat pertemuan dan waktunya antara hamba yang
mulia ini dan Musa juga tidak kita ketahui. Demikianlah kisah itu terjadi tanpa
memberitahumu kapan terjadi dan di tempat mana. Al-Quran sengaja menyembunyikan
hal itu, bahkan Al-Quran sengaja menyembunyikan pahlawan dari kisah ini. Allah
s.w.t mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:
"Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah
Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya ilmu dari sisi Kami." (QS. al-Kahfi: 65)
Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang
dimaksud, yaitu seorang hamba yang dicari oleh Musa agar ia dapat belajar
darinya. Nabi Musa adalah seseorang yang diajak berbicara langsung oleh Allah
s.w.t dan ia salah seorang ulul azmi dari para rasul. Beliau adalah pemilik
mukjizat tongkat dan tangan yang bercahaya dan seorang Nabi yang Taurat
diturunkan kepadanya tanpa melalui perantara. Namun dalam kisah ini, beliau
menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya
dan menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Lalu, siapakah gurunya
atau pengajarnya? Pengajarnya adalah seorang hamba yang tidak disebutkan
namanya dalam Al-Quran meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahawa ia
adalah Khidir as.
Musa berjalan bersama hamba yang menerima ilmunya dari Allah
s.w.t tanpa sebab-sebab penerimaan ilmu yang biasa kita ketahui. Mula-mula
Khidir menolak ditemani oleh Musa. Khidir memberitahu Musa bahawa ia tidak akan
mampu bersabar bersamanya. Akhirnya, Khidir mahu ditemani oleh Musa tapi dengan
syarat, hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga
Khidir menceritakan kepadanya. Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam; ia
tidak berbicara dan gerak- gerinya menimbulkan kegelisahan dan kebingungan
dalam diri Musa. Sebahagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas
dianggap sebagai kejahatan di mata Musa; sebahagian tindakan Khidir yang lain
dianggap Musa sebagai hal yang tidak memiliki erti apa pun; dan tindakan yang
lain justru membuat Musa bingung dan membuatnya menentang. Meskipun Musa
memiliki ilmu yang tinggi dan kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati
dirinya dalam keadaan kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan
kurnia ilmunya dari sisi Allah s.w.t.
Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika
menghadapi ilmu hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bahagian
dari hakikat. Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para
nabi pun sulit memahaminya. Awan tebal yang menyelimuti kisah ini dalam
Al-Quran telah menurunkan hujan lebat yang darinya mazhab- mazhab sufi di dalam
Islam menjadi segar dan tumbuh. Bahkan terdapat keyakinan yang menyatakan
adanya hamba-hamba Allah s.w.t yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para
nabi dan para syuhada "cemburu" dengan ilmu mereka. Keyakinan
demikian ini timbul kerana pengaruh kisah ini.
Para ulama berbeza pendapat berkenaan dengan Khidir. Sebahagian
mereka mengatakan bahawa ia seorang wali dari wali-wali Allah s.w.t. Sebahagian
lagi mengatakan bahawa ia seorang nabi. Terdapat banyak cerita bohong tentang
kehidupan Khidir dan bagaimana keadaannya. Ada yang mengatakan bahawa ia akan
hidup sampai hari kiamat. Yang jelas, kisah Khidir tidak dapat dijabarkan
melalui nas-nas atau hadis-hadis yang dapat dipegang (otentik). Tetapi kami
sendiri berpendapat bahawa beliau meninggal sebagaimana meninggalnya hamba-hamba
Allah s.w.t yang lain. Sekarang, kita tinggal membahas kewaliannya dan
kenabiannya. Tentu termasuk masalah yang sangat rumit atau membingungkan. Kami
akan menyampaikan kisahnya dari awal sebagaimana yang dikemukakan dalam
Al-Quran.
Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak
mereka untuk menyembah Allah s.w.t dan menceritakan kepada mereka tentang
kebenaran. Pembicaraan Nabi Musa sangat komprehensif dan tepat. Setelah beliau
menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: "Apakah
ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?"
Dengan nada emosi, Musa menjawab: "Tidak ada."
Allah s.w.t tidak setuju dengan jawapan Musa. Lalu Allah s.w.t
mengutus Jibril untuk bertanya kepadanya: "Wahai Musa, tidakkah engkau
mengetahui di mana Allah s.w.t meletakkan ilmu-Nya?" Musa mengetahui
bahawa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan. Jibril kembali berkata
kepadanya: "Sesungguhnya Allah s.w.t mempunyai seorang hamba yang berada
di majma' al-Bahrain yang ia lebih alim daripada kamu." Jiwa Nabi Musa
yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam dirinya
untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya bagaimana ia dapat
menemui orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan
membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di
tempat itulah Musa akan menemui hamba yang alim.
Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh
seorang pembantunya yang masih muda. Pemuda itu membawa ikan di keranjang.
Kemudian mereka berdua pergi untuk mencari hamba yang alim dan soleh. Tempat
yang mereka cari adalah tempat yang sangat samar dan masalah ini berkaitan
dengan hidupnya ikan di keranjang dan kemudian ikan itu akan melompat ke laut.
Namun Musa berkeinginan kuat untuk menemukan hamba yang alim ini walaupun
beliau harus berjalan sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.
Musa berkata kepada pembantunya: "Aku tidak memberimu tugas
apa pun kecuali engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah
denganmu." Pemuda atau pembantunya berkata: "Sungguh engkau hanya
memberi aku tugas yang tidak terlalu berat." Kedua orang itu sampai di
suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan
pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu
bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut sebagai
tanda yang diberitahukan Allah s.w.t kepada Musa tentang tempat pertemuannya
dengan seseorang yang bijaksana yang mana Musa datang untuk belajar kepadanya.
Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahawa ikan yang dibawanya
telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk menceritakan peristiwa
yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu melanjutkan perjalanan dan mereka
lupa terhadap ikan yang dibawanya. Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia
telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada pembantunya: "Cuba bawalah
kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat
dari perjalanan ini."
Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun
mengingat bagaimana ikan itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu
kepada Nabi Musa. Ia meminta maaf kepada Nabi Musa kerana lupa menceritakan hal
itu. Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu,
yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan dengan
suatu cara yang mengagumkan. Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup
kembali di lautan dan ia berkata: "Demikianlah yang kita inginkan."
Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahawa di tempat itulah
mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang alim. Nabi Musa dan
pembantunya kembali dan menyelusuri tempat yang dilaluinya sampai ke tempat
yang di situ ikan yang dibawanya bergerak dan menuju ke lautan.
Perhatikanlah permulaan kisah: bagaimana Anda berhadapan dengan
suatu kesamaran dan tabir yang tebal di mana ketika Anda menjumpai suatu tabir
di depan Anda terpampang maka sebelum tabir itu tersingkap Anda harus berhadapan
dengan tabir-tabir yang lain. Akhirnya, Musa sampai di tempat di mana ikan itu
melompat. Mereka berdua sampai di batu di mana keduanya tidur di dekat situ,
lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju laut. Di sanalah mereka mendapatkan
seorang lelaki. Kami tidak mengetahui namanya, dan bagaimana bentuknya, dan
bagaimana bajunya; kami pun tidak mengetahui usianya. Yang kita ketahui
hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan oleh Al-Quran: "Lalu mereka
bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahrnat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami. "
Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu terfokus
pada sesuatu yang ada di dalam jiwa, bukan tertuju pada hal-hal yang bersifat
fizik atau lahiriah. Allah s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua
buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil
jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada
muridnya: 'Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih kerana
perjalanan kita ini.' Muridnya menjawab: 'Tahukah kamu tatkala kita mencari
tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan
tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya
kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh
sekali.' Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di
antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi
Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. " (QS.
al-Kahfi: 61-65)
Bukhari mengatakan bahawa Musa dan pembantunya menemukan Khidir
di atas sejadah hijau di tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia
menyampaikan salam kepadanya. Khidir berkata: "Apakah di bumimu ada salam?
Siapa kamu?" Musa menjawab: "Aku adalah Musa." Khidir berkata:
"Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani
Israil." Musa berkata: "Dari mana kamu mengenal saya?" Khidir
menjawab: "Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang
memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?"
Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan: "Apakah aku dapat
mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh
kurnia dari-Nya." Khidir berkata: "Tidakkah cukup di tanganmu Taurat
dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau
ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku."
Kita ingin memperhatikan sejenak perbezaan antara pertanyaan
Musa yang penuh dengan kesopanan dan kelembutan dan jawapan Khidir yang tegas
di mana ia memberitahu Musa bahawa ilmunya tidak harus diketahui oleh Musa,
sebagaimana ilmu Musa tidak diketahui oleh Khidir. Para ahli tafsir
mengemukakan bahawa Khidir berkata kepada Musa: "Ilmuku tidak akan engkau
ketahui dan engkau tidak akan mampu sabar untuk menanggung derita dalam
memperoleh ilmu itu. Aspek-aspek lahiriah yang engkau kuasai tidak dapat
menjadi landasan dan ukuran untuk menilai ilmuku. Barangkali engkau akan
melihat dalam tindakan- tindakanku yang tidak engkau fahami sebab-sebabnya.
Oleh kerana itu, wahai Musa, engkau tidak akan mampu bersabar ketika ingin
mendapatkan ilmuku." Musa mendapatkan suatu pernyataan yang tegas dari
Khidir namun beliau kembali mengharapnya untuk mengizinkannya menyertainya
untuk belajar darinya. Musa berkata kepadanya bahawa insya-Allah ia akan
mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan menentang sedikit pun.
Perhatikanlah bagaimana Musa, seorang Nabi yang berdialog dengan
Allah s.w.t, merendah di hadapan hamba ini dan ia menegaskan bahawa ia tidak
akan menentang perintahnya. Hamba Allah s.w.t yang namanya tidak disebutkan
dalam Al-Quran menyatakan bahawa di sana terdapat syarat yang harus dipenuhi
Musa jika ia bersikeras ingin menyertainya dan belajar darinya. Musa bertanya
tentang syarat ini, lalu hamba yang soleh ini menentukan agar Musa tidak
bertanya sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau
hamba yang soleh itu akan memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut dan
kemudian mereka pun pergi. Perhatikanlah firman Allah s.w.t dalam surah
al-Kahfi:
"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu ?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu
belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?' Musa berkata:
'Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak
akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku,
maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu.'" (QS. al-Kahfi: 66-70)
Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut.
Kemudian terdapat perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang
yang ada di sana agar mahu mengangkut mereka. Para pemilik perahu mengenal
Khidir. Lalu mereka pun membawanya berserta Musa, tanpa meminta upah sedikit
pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat
terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya,
Khidir melubangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu
ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang
jauh.
Musa menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia
berfikir. Musa berkata kepada dirinya sendiri: "Apa yang aku lakukan di
sini, mengapa aku berada di tempat ini dan menemani laki-laki ini? Mengapa aku
tidak tinggal bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah s.w.t sehingga
mereka taat kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut kami
tanpa meminta upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru merosak
perahu itu dan melubanginya." Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan
yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai bentuk kecemburuannya
kepada kebenaran. Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya dan ia lupa
tentang syarat yang telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang
terjadi. Musa berkata: "Apakah engkau melubanginya agar para penumpangnya
tenggelam? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang tercela." Mendengar
pertanyaan lugas Musa, hamba Allah s.w.t itu menoleh kepadanya dan menunjukkan
bahawa usaha Musa untuk belajar darinya menjadi sia-sia kerana Musa tidak mampu
lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir kerana ia lupa dan mengharap
kepadanya agar tidak menghukumnya.
Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang
dijadikan tempat bermain oleh anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah
letih bermain, salah seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa
kantuk telah menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba
Allah s.w.t ini membunuh anak kecil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya
tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki
yang tidak berdosa. Hamba Allah s.w.t itu kembali mengingatkan Musa bahawa ia
tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya kerana
lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa berkata ini
adalah kesempatan terakhirku untuk menemanimu. Mereka pun pergi dan meneruskan
perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak
mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan
bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan
kepada penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mahu memberi dan tidak mahu
menjamu mereka.
Kemudian datanglah waktu petang. Kedua orang itu ingin
beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika
melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia
menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti
baru. Musa sangat hairan melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil
itu seharusnya tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini. Musa
berkata: "Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas
pembangunan tembok itu." Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah s.w.t
itu berkata kepadanya: "Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan
diriku." Hamba Allah s.w.t itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang
seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahawa pertanyaan yang
ketiga adalah akhir dari pertemuan.
Kemudian hamba Allah s.w.t itu menceritakan kepada Musa dan
membongkar kesamaran dan kebingungan yang dihadapi Musa. Setiap tindakan hamba
yang soleh itu—yang membuat Musa bingung—bukanlah hasil dari rekayasanya atau
dari inisiatif sendiri, ia hanya sekadar menjadi jambatan yang digerakkan oleh
kehendak Yang Maha Tingi di mana kehendak yang tinggi ini menyiratkan suatu
hikmah yang tersembunyi. Tindakan-tindakan yang secara lahiriah tampak keras
namun pada hakikatnya justru menyembunyikan rahmat dan kasih sayang. Demikianlah
bahawa aspek lahiriah bertentangan dengan aspek batiniah. Hal inilah yang tidak
diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki ilmu yang sangat luas tetapi
ilmunya tidak sebanding dengan hamba ini. Ilmu Musa laksana setitis air
dibandingkan dengan ilmu hamba itu, sedangkan hamba Allah s.w.t itu hanya
memperoleh ilmu dari Allah s.w.t sedikit, sebesar air yang terdapat pada paruh
burung yang mengambil dari lautan. Allah s.w.t berfirman:
"Maka berjalanlah heduanya, hingga tatkala keduanya
menaiki perahu lalu Khidir melubanginya. Musa berkata: 'Mengapa kamu melubangi
perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu
telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.' Dia (Khidir) berkata: 'Bukankah
aku telah berkata: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama
dengan aku.' Musa berkata: 'Janganlah kamu menghukum aku kerana kelupaanku dan
janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.' Maka
berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak,
maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: 'Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih
itu, bukan kerana dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan
suatu yang mungkar.' Khidir berkata: 'Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahawa
sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?' Musa berkata: 'Jika aku bertanya
kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau
memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur
kepadaku.' Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi
penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan
dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding
itu. Musa berkata: 'Jikalau kamu mau, nescaya kamu mengambil upah untuk itu.'
Khidir berkata: 'Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan
memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang
bekerja di laut, dan aku bertujuan merosakkan bahtera itu, kerana di hadapan
mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu
maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahawa dia
akan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami
menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih
baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari kasih sayangnya (kepada
ibu dan bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota
itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang
ayahnya seseorang yang soleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai
kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari
Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemahuanku sendiri. Demikian
itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya.'" (QS. al-Kahfi: 71-82)
Hamba soleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia
memberitahunya bahawa ilmunya, yakni ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia
memberitahunya bahawa banyak dari musibah yang terjadi di bumi justru di balik
itu terdapat rahmat yang besar. Pemilik perahu itu akan menganggap bahawa usaha
melubangi perahu mereka merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya
di balik itu terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui
kecuali setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk
merampas perahu- perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan perahu-perahu
yang rosak. Dengan demikian, sumber rezeki keluarga-keluarga mereka akan tetap
terjaga dan mereka tidak akan mati kelaparan. Demikian juga orang tua anak
kecil yang terbunuh itu akan menganggap bahawa terbunuhnya anak kecil itu
sebagai musibah, namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka
kerana Allah s.w.t akan memberi mereka—sebagai ganti darinya—anak yang baik
yang dapat menjaga mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa
tua dan mereka tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak yang
terbunuh. Demikianlah bahawa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan
sebaliknya, suatu bencana terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya
baik ternyata justru di balik itu terdapat keburukan.
Mula-mula Nabi Allah s.w.t Musa menentang dan mempersoalkan
tindakan hamba Allah s.w.t tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba
Allah s.w.t itu menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya dan rahmat Allah
s.w.t yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Selanjutnya, Musa kembali menemui pembantunya dan menemaninya
untuk kembali ke Bani Israil. Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar
biasa. Musa telah belajar dari mereka dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga
dengan ilmunya dalam syariat kerana di sana terdapat ilmu hakikat, dan ia tidak
mempersoalkan musibah-musibah yang dialami oleh manusia kerana di balik itu
terdapat rahmat Allah s.w.t yang tersembunyi yang berupa kelembutan-Nya dan
kasih sayang-Nya. Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini.
Nabi Musa mengetahui bahawa ia berhadapan dengan lautan ilmu yang baru di mana
ia bukanlah lautan syariat yang diminum oleh para nabi. Kita berhadapan dengan
lautan hakikat, di hadapan ilmu takdir yang tertinggi; ilmu yang tidak dapat
kita jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa atau dapat kita cerna
dengan logik biasa. Ini bukanlah ilmu eksperimental yang kita ketahui atau yang
biasa terjadi di atas bumi, dan ia pun bukan ilmu para nabi yang Allah s.w.t
wahyukan kepada mereka.
Kita sekarang sedang membahas ilmu yang baru. Lalu siapakah
pemilik ilmu ini? Apakah ia seorang wali atau seorang nabi? Majoriti kaum sufi
berpendapat bahawa hamba Allah s.w.t ini dari wali-wali Allah s.w.t. Allah
s.w.t telah memberinya sebahagian ilmu laduni kepadanya tanpa sebab-sebab
tertentu. Sebahagian ulama berpendapat bahawa hamba soleh ini adalah seorang
nabi. Untuk mendukung penyataannya ulama- ulama tersebut menyampaikan beberapa
argumentasi melalui ayat Al- Quran yang menunjukkan kenabiannya.
Pertama, firman-Nya:
"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba-ham- ba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami,
dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."
Kedua, perkataan Musa kepadanya:
"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu
belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?' Musa berkata:
'lnsya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak
akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu
mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun,
sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu,'" (QS. al-Kahfi: 66-70)
Seandainya ia seorang wali dan bukan seorang nabi maka Musa
tidak akan berdialog atau berbicara dengannya dengan cara yang demikian dan ia
tidak akan menjawab kepada Musa dengan jawapan yang demikian. Bila ia bukan
seorang nabi maka bererti ia tidak maksum sehingga Musa tidak harus memperoleh
ilmu dari seseorang wali yang tidak maksum.
Ketiga, Khidir menunjukkan keberaniannya untuk membunuh anak
kecil itu melalui wahyu dari Allah s.w.t dan perintah dari-Nya. Ini adalah
dalil tersendiri yang menunjukkan kenabiannya dan bukti kuat yang menunjukkan
kemaksumannya. Sebab, seorang wali tidak boleh membunuh jiwa yang tidak berdosa
dengan hanya berdasarkan kepada keyakinannya dan hatinya. Boleh jadi apa yang
terlintas dalam hatinya tidak selalu maksum kerana terkadang ia membuat
kesalahan. Jadi, keberanian Khidir untuk membunuh anak kecil itu sebagai bukti
kenabiannya.
Keempat, perkataan Khidir kepada Musa:
"Sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemahuanku sendiri. " (QS. al-Kahfi: 82)
Yakni, apa yang aku lakukan bukan dari doronganku sendiri namun
ia merupakan perintah dari Allah s.w.t dan wahyu dari-Nya. Demikianlah pendapat
para ulama dan para ahli zuhud. Para ulama berpendapat bahawa Khidir adalah
seorang Nabi sedangkan para ahli zuhud dan para tokoh sufi berpendapat bahawa
Khidir adalah seorang wali dari wali-wali Allah s.w.t.
Salah satu pernyataan Khidir yang sering dikemukakan oleh tokoh
sufi adalah perkataan Wahab bin Munabeh, Khidir berkata: "Wahai Musa,
manusia akan diseksa di dunia sesuai dengan kadar kecintaan mereka atau kecenderungan
mereka terhadapnya (dunia)." Sedangkan Bisyir bin Harits al-Hafi berkata:
"Musa berkata kepada Khidir: "Berilah aku nasihat." Khidir
menjawab: "Mudah-mudahan Allah s.w.t memudahkan kamu untuk taat
kepada-Nya." Para ulama dan para ahli zuhud berselisih pendapat tentang
Khidir dan setiap mereka mengklaim kebenaran pendapatnya. Perbezaan pendapat
ini berhujung pangkal kepada anggapan para ulama bahawa mereka adalah sebagai
pewaris para nabi, sedangkan kaum sufi menganggap diri mereka sebagai ahli hakikat
yang mana salah satu tokoh terkemuka dari ahli hakikat itu adalah Khidir. Kami
sendiri cenderung untuk menganggap Khidir sebagai seorang nabi kerana beliau
menerima ilmu laduni. Yang jelas, kita tidak mendapati nas yang jelas dalam
konteks Al-Quran yang menunjukkan kenabiannya dan kita juga tidak menemukan nas
yang gamblang yang dapat kita jadikan sandaran untuk menganggapnya sebagai
seorang wali yang diberi oleh Allah s.w.t sebahagian ilmu laduni.
Barangkali kesamaran seputar peribadi yang mulia ini memang
disengaja agar orang yang mengikuti kisah tersebut mendapatkan tujuan utama
dari inti cerita. Hendaklah kita berada di batas yang benar dan tidak terlalu
jauh mempersoalkan kenabiannya atau kewaliannya. Yang jelas, ketika kami
memasukkannya dalam jajaran para nabi kerana ia adalah seorang guru dari Musa
dan seorang ustaz baginya untuk beberapa waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar