Perjalanan Hidup
Setelah resign dari pekerjaan saya, otomatis waktu saya banyak di rumah. Sehingga sosialisasi saya dengan keluarga, tetangga dan teman-teman semakin sering. Waktu saya bersama suami dan anak semakin intens. Apalagi suami kerjanya shift-shiftan, karena saya lebih banyak di rumah, sehingga kami lebih sering bisa bertemu dan dapat melakukan aktifitas keluarga bersama-sama. Seperti berdiskusi, bedah buku, sholat berjamaah, dll. Dengan tetangga, karena saya memang tinggal di lingkungan heterogen, saya jadi semakin sering interaksi, menyapa dan berbincang dengan ibu-ibu, baik dalam pertemuan atau kegiatan warga, seperti PKK, pengajian, senam, ataupun ketika dalam suasana santai, misalnya ketika sambil nyuapin si kecil atau ketika sekedar mengajak si kecil main di luar atau jalan-jalan ke taman perumahan.
Dengan teman-teman, selain via sms dan telfon, karena akses internet di rumah yang unlimited, semakin memudahkan saya berkomunikasi dengan mereka. Memanfaatkan berbagai fasilitas seperti facebook, tweeter, blog semakin memudahkan akses saya dengan teman-teman. Baik teman bermain di kampung halaman, teman SMP, teman SMU, teman kuliah, teman kerja, dll.
Ditambah dengan aktivitas nulis dan bisnis online, interaksi saya melalui jaringan komunikasi ini semakin erat. Sehingga tak jarang saya kembali “berkangen-kangenan” dengan teman-teman saya, tentu saja teman-teman putri :) , kalau yang lawan jenis kan sudah jelas batasannya. Dari banyak teman yang saya kenal dulu, saya melihat banyak yang sudah berubah. Dari foto dan tulisan-tulisan yang mereka kirimkan. Mulai dari pakaian, aktivitas, terlihat perubahan dari mereka. Misalnya ada teman SMP yang dulu belum menutup aurat, sekarang sudah menutup aurat dengan rapi, tapi ada juga yang saat kuliah berjilbab rapi, sekarang masih berjilbab, tapi sudah mulai terlihat bagian dadanya. Kemudian ada yang statusnya sudah menikah dengan keluarga samara-nya (sakinah mawadah warahmah), ada juga yang statusnya “berpacaran” (bahkan tak segan mengupload fotonya berdua dengan kekasihnya, dengan pose-pose laksana suami istri), atau ada juga yang TTM (teman tapi mesra), dll.
Terkait dengan jilbab atau pakaian, apakah itu mencerminkan keimanan seseorang? Sebenarnya iman itu ada di dalam hati masing-masing, tapi kemudian… ke mana materi tentang pakaian menurut syariat Islam, yang selama ini sudah kita pelajari dan pahami?
Perubahan adalah keniscayaan. Dan saya pun berubah. Saya bersyukur atas perubahan diri saya. Saya memahami bahwa saya dahulu adalah orang yang biasa saja. Termasuk ibadahnya (cenderung hanya melaksanakan yang wajib-wajib saja :) ). Dan meskipun sering diikutkan lomba oleh guru-guru saya di SD, SMP, atau guru ngaji saya ketika SD-SMP di Darul Athfal, tapi rasa kurang pe-de, kurang gaul, perasa, kadang masih ada. Alhamdulillah setelah terlibat dalam kajian rutin dan orang-orang di dalam komunitas tersebut, saya merasa ada perubahan dalam diri saya, merasa menjadi luar biasa dan lebih tenang karena meyakini hanya Allah-lah tujuan, karena Allah sudah mengatur rizki, jodoh, dan umur kita, serta saya lebih memahami bahwa kesuksesan bukan hanya dari materi dan dunia saja, tapi kesuksesan dunia akhirat yang kita citakan. Potensi sayapun semakin bisa saya optimalkan, dengan tetap menjaga batas-batas syar’i insya Allah. Termasuk semangat menambah amalan ibadah. Dan berusaha memberikan manfaat untuk orang-orang di sekitar kita.
Awalnya, saat SMU saya diajak teman untuk mengikuti kajian keputrian di mushola sekolah. Awalnya sich sering kabur-kaburan. Lebih senang pulang dan langsung istirahat di rumah setelah capek dengan aktivitas belajar dan tugas-tugas di sekolah. Namun, dengan kesabaran teman-teman dalam komunitas tersebut dengan saling memotivasi, dan juga didukung dari keluarga, perlahan saya semakin aktif di sana.
Alhamdulillah keluarga sangat mendukung karena kebetulan kakak sayapun aktif di kegiatan Rohani Sekolah (meskipun di sekolah yang berbeda), kakak juga sering mengajak teman-temannya ke rumah. Sejak SMU sampai kuliah, kakak sering mengajak temannya ke rumah. Sayapun simpatik dengan mereka. Anggun, ramah, dan pinter-pinter . Kebetulan kakak saya SMUnya di SMU favorit dan terbaik di kota kami. Dan kuliahnyapun di kampus favorit dan bonafit juga, di Yogyakarta. Kadang kakak juga beli majalah remaja islami, kaset-kaset nasyid, buku-buku pengetahuan Islam, dll. Sayapun semakin termotivasi.
Perlahan interaksi saya dengan teman-teman di kajian rutin dan kakak-kakak kelas semakin sering, semakin banyak saya belajar tentang Islam dan kehidupan, semakin saya merasakan bahwa banyak yang belum saya ketahui. Sayapun semakin semangat untuk belajar dan terus belajar, serta belajar mengaplikasikan apa yang telah saya pelajari. Misalnya ketika diberikan materi tentang akhlak. Bahwa sesungguhnya akhlak adalah buah dari iman. Ibarat pohon, iman adalah pohonnya, dan akhlak adalah buahnya. Iman yang sempurna itu adalah ibarat sebuah pohon buah yang enak di makan. Pohon ini besar dan rimbun. Akar-akarnya menghunjam ke bumi. Cabang dan rantingnya banyak. Selalu berbunga dan berbuah. Selalu menghasilkan bibit pohon buah yang baru yang terkadang jauh lebih baik, lebih rindang dan akarnya yang lebih kuat. Dan akhlak itu juga banyak macamnya: akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasul, akhlak kepada sesama manusia, dll.
Atau yang paling mengena untuk para remaja tentang adab pergaulan, bahwa gaul itu boleh. Boleh banget. Malahan Islam sangat menganjurkan umatnya untuk bergaul. Tapi gaul yang Islami, tentunya. Seperti apa gaul Islami? Gaul yang tetap menjaga syariat Islam. Seperti tidak berkhalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya), berikhtilat (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan), menjaga aurat, menundukkan pandangan, tidak menimbulkan fitnah, dll.
Akhirnya setelah lulus SMU, saya mendapatkan PMDK di salah satu PTN di Bogor, kampus yang kental dengan susana keislamannya, dan saya dikenalkan dengan teman kakak kelas saya yang ada di kampus tersebut. Sehingga aktivitas saya dari SMUpun terus berlanjut. Terlibat dalam aktivitas keislaman. Sampai kemudian lulus kuliah dan menjadi pengajar di Sekolah Dasar Islam Terpadu di Bogor yang kental juga dengan nuansa keislamannya, saya semakin mantap menapaki jalan ini dan menjaga hidayahnya. Padahal, kadang kemudian banyak yang “terlepas” saat idealisme dibenturkan dengan realitas. Seperti misalnya tawaran kerja di perusahaan yang bergengsi tapi harus meminimaliskan jilbab (maksudnya tidak boleh berjilbab terlalu lebar), kemudian kesibukan di tempat kerja yang terkadang juga membuat beberapa teman “terlepas”. Saya bersyukur berada dalam lingkungan kerja yang sangat kondusif. Yang sangat menekankan pada pembinaan spiritual dan juga karakter.
Beberapa lama kemudian, seorang lelaki sholeh menjadi imam saya. Yang dengannya, hidayah ini semakin indah saya rasakan. Bersama dengannya, membangun keluarga peradaban…..
Alhamdulillah, Allah telah memberikan hidayah dan menetapkannya. Kan ku genggam hidayah ini erat-erat selamanya. Terima kasih ya Allah, berikanlah hamba keistiqomahan.
http://ummutia.wordpress.com/category/dunia-remaja/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar