Minggu, 23 November 2014
Puisiku Puisimu
7 Alasan Mencela Diriku
Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku,pertama kali ketika aku melihatnya lemah,
padahal seharusnya ia bisa kuat.
Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket
dihadapan orang yang lumpuh
Ketiga kali ketika berhadapan dengan pilihan yang sulit dan mudah
ia memilih yang mudah
Keempat kalinya, ketika ia melakukan kesalahan dan coba menghibur diri
dengan mengatakan bahawa semua orang juga melakukan kesalahan
Kelima kali, ia menghindar karena takut, lalu mengatakannya sebagai sabar
Keenam kali, ketika ia mengejek kepada seraut wajah buruk
padahal ia tahu, bahawa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia pakai
Dan ketujuh, ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu sebagai suatu yang bermanfaat
Pengarang: Kahlil Gibran
Bayang
Setiap langkah ku ada dia..Mengikuti di belakang punggungnya. .
Gelap dan tak terlihat..
Kasat mata..
Terdiam kala banyak yang membicarakannya. .
Seakan tak seorang pun memandang kearah ku..
Sibuk mengagumi pesonanya..
Sibuk meminta senyumannya. .
Akulah sang tak terlihat..
Saat dia berada di dekat ku..
Akulah sang gelap..
Dibalik wajah cerah nya..
Akulah sang kasat mata..
Ada namun seakan tak ada..
Akulah sang bayang..
Sesuatu yang tak dianggap ada..
menunggu
Hari terhitung minggu
Minggu pun menjadi bulan..
Pagi ku mengingat mu
Malam ku mengenangmu
Tetap saja semua sama
Sejak kau pergi..
Ku masih saja menanti mu
Hingga kau kembali
Dan takkan tinggalkan ku lagi..
Entah kapan..
Menunggu mu masih..
Setia tetap ku janji..
Hingga ku dapat kau kembali..
Bersama jalani hari..
Pengarang: Kahlil Gibran
Kategori: Kahlil Gibran, Penantian
Dunia Untuk Pemimpi
Ceritakan aku tentang surga..Dan selir-selir disana..
Aku ini tak punya rupa..
Jangankan disana..
Duniapun menolakku..
Biar aku sembunyikan wajahku..
Untuk sandaran putri tidur..
Sampai ia terbangun..
Menanti detak jantung kedua..
Sebuah kecupan pangeran buruk rupa..
Dongengkan aku..
Tentang negri yang jauh..
Tentang hidup yang abadi..
Untuk nafas yang tak berhembus lagi..
Jalan panjang untuk pemimpi
Pengarang: Komarudin
Kategori: Kehidupan
Ibu ……
Malam ini
aku sangat rindu padamu
Malam ini
aku ingin dalam pelukanmu
Dan aku
Ingin
merasakan kembali
Belaian
kasihmu
Duhai
hamba Allah
Yang
sangat kucintai
Hanya
do’a yang dapat kumohonkan
Hanya
harapan baik yang kuinginkan
Agar ibu
selalu dalam Rahmat Nya
Agar ibu
selalu bahagia
Ma’afkan
anakmu
Yang kini
jauh terhalang waktu
Ya Rob ….
Ampunilah
dosa dan salahku
Juga
terhadap dua orang tuaku
Sayangilah
mereka
Sebagaimana
mereka sayangi aku
Ketika
aku kecil
Amin.
Ibu
Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir – bibir manusia.Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah.
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.
Ibu adalah segalanya. Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kta dalam rengsa, rujukan kita di kala nista.
Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun yang kehilangan ibinya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkatinya.
Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu. Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.
Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan. Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya. Pepohonan
dan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian.
Pengarang: Kahlil Gibran
Kategori: Kahlil Gibran
Islamkan Cintaku
Pengarang: Ade D SuryaKategori: Islami
Aku temukan ketenangan disela jarimu
Begitupun kehangatan
Aku temukan arah lurus
Dari setiap kata yang terlontar dari kedua bibirmu
Aku temukan keindahan dihijbamu
Yang membuatmu lebih indah dari yang terindah
Jadi biarkanlah aku mengimamimu
Mencarimu dengan niat
Memacarimu dengan Bismillah
Dan meminangmu dengan doa
Biarkan kita menyatu karena sunnah
Dan mencinta karena Alloh
ANA UHIBBUKI FILLAH
Mari Merenung Dan Mengerti
Pengarang: Syaeful AmranKategori: Alam
Wahai pemimpinku
Apakah yang tinggi itu masih gunung
Sedangkan yang tinggi sekarang
Adalah keserakahan
Wahai pemimpinku
Apakah yang luas itu masih langit
Sedangkan yang luas sekarang
Adalah kemiskinan
Wahai pemimpinku
Apakah warna itu masih pelangi
Sedangkan warna sekarang
Adalah kekacauwan
Wahai peminmpinku
Jika kau ingin tahlukan langit
Jadikanlah dirimu bumi
Jika kau ingin tahlukan lautan
Jadikanlah dirimu daratan
Wahai pemimpinku
Mari merenung dan mengerti
Sejenak harapan kami
Jadikanlah jiwmu pahlawan sejati
Mutiara Selatan
Pengarang: Faza Candikya DhanadiKategori: Kehidupan
Sang fajar menyinsing di hari yang cerah
Terhirup udara segar di sawah
Entah di sana terdengar sebuah suara
Fisik sang petani bertambah semangat cari rezeki
Indahnya sawah ini
Namanya tersahut ketika melihat dia
Aku menjumpai sebuah rel di sana
Alam semesta ini
Sawah yang luas dengan bukit menjulang tinggi
Ada sebuah rel menikung indah hingga menanjak bukit itu
Datanglah dia dengan suara merdu
Hatiku senang dan gembira mengabadikannya
Kemudian dia meliuk ke atas bukit hingga hilang
Di situ ia masih menatapkan wajahnya
Hingga ia hilang di balik bukit
Saatku berjalan di rel
Pada saat itu sebuah cinta baru telah lahir
Dibalik semua kebencian
Saat itulah aku jatuh cinta dengannya
Aku mengejar cintanya dengan usaha dan harapan
Senyumnya masih terkenang saatku sekelas dengannya
Sekarang musim telah berganti
Sifat dia berubah
Kini mencintai dia semakin susah
Aku hanya bisa bersabar dan tabah
Berharap dia bisa tersenyum kembali seperti semula
Aku ini pendiam
Aku hanya bisa berdoa
Berharap aku berhasil mencintai dia
Dengan hati yang tulus
Saling toleransi dan menghargai
Yang menjadikan cintaku adalah cinta suci
Meski kita berpisah pandangan
Aku berharap suatu hari kita bisa bersatu
Dimana ada padang rumput yang luas
Ketika senja mulai tiba
Sebuah bukit berdiri sebuah pohon apel yang indah
Di situlah kita melepas rindu
Di situlah cinta mengalahkan segalanya
Kini sore hari di Stasiun Bandung
Aku mengirim segumpal surat cinta untuk dia
Semboyan 35 di bunyikan
Mutiara Selatan mengantarkan surat cintaku untuk dia
Tidak tahu kapan tibanya di tujuan
Yang pasti aku menantimu
Kini ia masih dalam perjalanan...
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Doa
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
RUMAHKU
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
27 april 1943
PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
27 april 1943
PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi
tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama
dengan bicaramu
dipanggang diatas
apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17
Agustus 1945
Aku melangkah ke depan
berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku
sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
1944
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah…
1944
Kamis, 20 November 2014
Langganan:
Postingan (Atom)